Jakarta (ANTARA) - DPR RI mendorong agar revitalisasi pabrik gula yang dimiliki BUMN segera dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi gula nasional dalam rangka mengurangi impor komoditas tersebut ke depannya.

"Kalau tidak dilakukan (revitalisasi pabrik gula), maka hasil produksi gula nasional akan selalu tertinggal," kata Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno di Jakarta, Senin.

Menurut Teguh Juwarno, revitalisasi pabrik gula nasional pada saat ini sudah sangat mendesak dilakukan agar ke depannya Indonesia tidak lagi didikte oleh impor komoditas itu.

Namun, ujar dia, upaya revitalisasi juga jangan sampai mengabaikan kepentingan petani tebu tetapi harus dapat menciptakan dampak berganda bagi petani tebu di berbagai daerah, karena petani akan malas menanam tebu bila harga jualnya murah.

"Untuk membangkitkan kepercayaan masyarakat petani kepada pabrik gula, kuncinya adalah keadilan," katanya.

Politisi PAN itu juga mengungkapkan bahwa salah satu tantangan untuk produksi gula di Tanah Air adalah persoalan ketersediaan lahan untuk pertanian tebu.

Baca juga: Peneliti sebut revitalisasi pabrik gula terhambat keterbatasan lahan tebu

Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Siregar mengingatkan agar jangan sampai impor komoditas gula melonjak karena hal tersebut berpotensi merembes ke pasar dan akan menurunkan harga gula dalam negeri yang diproduksi petani tebu di berbagai daerah.

"Jangan sampai terjadi lonjakan impor gula yang kondisinya bisa menggeser gula lokal," kata Alamsyah Siregar dalam paparan yang dilaksanakan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (4/2).

Ia memaparkan, total impor gula selama kurun waktu 2015-2018 mencapai 17,2 juta ton, atau lebih tinggi 4,5 juta ton dibandingkan periode 2010-2014 yang mencapai 12,7 juta ton.

Selain itu, ujar dia, pertumbuhan industri makanan dan minuman yang jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional telah mengakibatkan peningkatan jumlah impor, mengingat produksi gula domestik belum mampu mengejar standar yang diperlukan industri.

"Industri makanan dan minuman lebih banyak yang menggunakan gula," katanya dan menambahkan, ada juga gula impor yang merembes ke pasar.

Ombudsman RI telah menyarankan kepada pemerintah agar kembali membentuk regulasi yang mengawasi peredaran gula impor dengan mempercepat pembentukan Peraturan Presiden tentang Penataan, Pembinaan dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas serta menetapkan kembali peraturan mengenai perdagangan GKR (Gula Kristal Rafinasi) melalui pasar lelang komoditas.

Sebagaimana diwartakan, pemerintah harus dapat meningkatkan kualitas gula nasional dengan cara membenahi produktivitas dan tingkat rendemen gula dalam negeri karena untuk saat ini kualitas gula impor relatif lebih disukai industri.

Baca juga: Kementerian BUMN dorong percepatan revitalisasi pabrik gula

"Pemerintah sebaiknya fokus membenahi permasalahan seputar gula nasional, mulai dari perkebunan dan nonperkebunan. Rendahnya produktivitas dan tingkat rendemen menjadi penyebab kenapa gula nasional sulit bersaing dengan gula impor," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman.

Menurut Assyifa Szami Ilman, dari sisi on farm, produktivitas perkebunan tebu ditentukan oleh kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja, sistem irigasi, dan penerapan teknologi. Sementara dari sisi off farm, lanjutnya, pemerintah perlu meningkatkan revitalisasi pabrik gula dan penggilingan tebu guna memperbaiki tingkat rendemen gula.

Berdasarkan data Departemen Pertanian AS (USDA) 2018, produktivitas perkebunan tebu di Indonesia hanya mencapai 68,29 ton per hektare pada tahun 2017. Jumlah itu lebih rendah daripada negara-negara penghasil gula lainnya, seperti Brasil yang sebesar 68,94 ton per hektare dan India yang sebesar 70,02 ton per hektare dalam periode yang sama.

Baca juga: Kementan optimistis produksi gula lokal cukup penuhi kebutuhan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019