Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pidana penjara 2 tahun 6 bulan untuk tiga terdakwa pemberi suap Rp240 juta untuk pimpinan dan anggota DPRD Kalimantan Tengah. 

Pemberian suap itu dilakukan agar tidak dilakukan rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit.
   
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara masing-masing 2 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," kata JPU KPK Budi Nugraha saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Tiga terdakwa itu, yakni Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk yang juga Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) Edy Saputra Suradja, Willy Agung Adipradhana selaku Direktur Operasional Sinar Mas wilayah Kalimantan Tengah IV, V dan Gunungmas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara.

Kemudian, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.

Adapun hal yang memberatkan para terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Sedangkan hal yang meringankan, para terdakwa bersikap sopan, menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan mempunyai tanggungan keluarga.

Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Edy Saputra Suradja memberi uang sebesar Rp240 juta kepada Borak Milton selaku Ketua Komisi B DPRD provinsi Kalteng dan Punding Ladewiq H Bangkan selaku Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng melalui Edy Rosada dan Arisavanah, keduanya anggota Komisi B DPRD Kalteng.
   
Suap itu dilakukan bersama-sama dengan Willy Agung Adipradhana dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy. 
   
Dalam dakwaan terungkap bahwa pada pertemuan 17 Oktober 2018 di ruang Komisi B antara anggota Komisi B DPRD Kalteng dengan petinggi PT BAP bahwa ada permintaan uang kepada PT BAP dari anggota Komisi B.
   
Saat itu, Punding Ladewiq menyampaikan untuk memenuhi keinginan Teguh Dudy, ada harga yang harus dipenuhi sebesar Rp300 juta. 

Selanjutnya diputuskan oleh Borak Milton "Ya kalo kawan-kawan, ya 20 juta lah", maksudnya jatah untuk masing-masing anggota Komisi B sebesar Rp20 juta dengan jumlah seluruh anggota 12 orang sehingga total permintaan sebesar Rp240 juta.
   
Uang itu ditujukan agar Komisi B membantu permasalahan PT BAP dan meluruskan berita di media massa terkait temuan hasil kunjungan itu, tapi tidak dicapai kata sepakat karena Borak Milton tetap menginginkan RDP membahas temuan itu.
   
Atas permintaan Borak tersebut, Teguh menyampaikan akan berkoordinasi dan meminta persetujuan Willy Agung. Willy lalu melaporkannya ke Edy Saputra Suradja yang meminta persetujuan Jo Daud Dharsono selaku Komisaris Utama PT BAP yang juga Direktur Utama PT SMART Tbk.

Namun Jo Daud Dharsono menyampaikan menyetujui pemberian uang kepada Komisi B DPRD Kateng asal ada jaminan tertulis dari Komisi B mengenai sejumlah masalah yang dihadapi PT BAP.
   
Teguh lalu menghubungi Borak Milton pada 19 Oktober 2018 dengan mengatakan "Pak Wily kan udah sampaikan ke Presdir, jadi intinya beliau itu udah siap aja, cuma kira-kira apa ya jaminan kita depannya, maksudnya pegangan tertulisnya gitu..".
   
Borak menjawab tidak dapat memberikan jaminan tertulis namun dapat menjamin RDP tidak dilaksanakan serta akan memberikan "press release" bahwa setelah dilakukan invetigasi tidak ada ditemukan pelanggaran lingkungan oleh PT BAP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019