alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun Kepolisian sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan
Jakarta  (ANTARA News) - Masyarakat perlu diedukasi agar mengedepan asas praduga tak bersalah dalam setiap persoalan hukum yang terjadi di tanah air, terlebih yang bersinggungan dengan isu-isu politik menjelang Pemilu Serentak 2019, salah satunya terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN). 

"Indonesia sebagai negara hukum harus menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi dan menghormati prosesnya," kata Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni usai menjadi pembicara di sebuah stasiun televisi swasta terkait netralitas ASN menjelang pemilu, di Jakarta, Senin.    

Belakangan ini media marak memberitakan dukungan ASN di sejumlah daerah yang dianggap tidak netral, mendukung salah satu calon presiden seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Lampung, maupun Sulawesi Selatan. 

Mengacu pada regulasi yakni UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,  pasal 2 huruf f menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas. Bagi pelanggar, Pasal 280 Ayat (3) UU Pemilu juga mengikatnya dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

"Dalam konteks ini alangkah baiknya kita menahan diri untuk tidak mendahului Bawaslu maupun Kepolisian sebelum hasil penyelidikan atau penyidikan diumumkan," kata politikus Partai NasDem.

Pria yang kembali maju sebagai caleg dari Dapil Jakarta III ini meyakini Bawaslu maupun Polri bekerja secara proporsional dan profesional.

Ia juga menanggapi rumor terkait ketimpangan Bawaslu maupun polri dalam penanganan pelanggaran pemilu, terlebih yang melibatkan pendukung Prabowo-Sandi. 

Sahroni meyakinkan bahwa asas "equality before the law" menjadi pegangan Bawaslu maupun Polri dalam bersikap dan bertindak.
"Cepat lambatnya penanganan suatu perkara bergantung pada karakter perkara itu sendiri. Ada yang cepat dan ada yang membutuhkan proses panjang. Proses itu yang wajib kita hormati," tutur Sahroni.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019