Semarang (ANTARA News) - Peneliti dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil menilai kegiatan deklarasi dukungan untuk pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma`ruf Amin oleh 35 kepala daerah di Jawa Tengah, tidak menyalahi aturan.

"Deklarasi dukungan itu tidak menyalahi aturan karena selain dilakukan pada hari libur, deklarasi tersebut juga tidak melibatkan aparatur sipil negara," katanya saat dihubungi melalui telepon dari Semarang, Senin.

Pernyataan tersebut juga untuk menyanggah keputusan Bawaslu Jateng yang menyatakan deklarasi dukungan yang juga dihadiri dari Gubernur Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terkait dengan netralitas kepala daerah dalam pemilu.

Namun, lanjut dia, jika menilik Undang-Undang Pemilu, Bawaslu tidak menemukan pelanggaran deklarasi dukungan tersebut.

"Kalau kepala daerah harus netral, di UU Pemda itu ketentuan yang bersifat umum, tapi ada UU Pemilu yang merupakan UU `lex specialist` dari UU Pemda yang membolehkan kepala daerah ikut berkampanye," ujarnya.

Menurut dia, yang seharusnya perlu ditelusuri Bawaslu Jateng adalah kemungkinan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap UU Pemilu, yang salah satu indikatornya dilakukan pada hari kerja atau tidak.

"Harusnya, yang perlu di cek itu adalah, apakah Pak Ganjar dan bupati wali kota melakukan itu di hari libur atau tidak. Jika di hari libur, maka tidak jadi soal, sepanjang deklarasi itu tidak mengumpulkan orang dalam jumlah yang lebih dari syarat kampanye pertemuan terbatas dan rapat umum," tuturnya.

Kendati demikian, kata dia, jika kampanye itu dilaksanakan di hari kerja, maka yang perlu ditelusuri adalah apakah Ganjar dan kepala daerah yang ikut sudah cuti atau belum di hari pelaksanaan itu.

"Tapi ternyata deklarasi tersebut dilakukan di hari Sabtu, itu hari libur," ucapnya.

Indikator penelusuran terakhir pada deklarasi dukungan tersebut adalah ada atau tidak aparatur sipil negara yang ikut mendeklarasikan karena ASN diwajibkan netral.

"Kemudian yang perlu dicek, apakah ada orang yang ikut di dalam aktivitas itu yang terkategori dilarang ikut kampanye, seperti ASN," tambahnya.

Sebelumnya, Gubernur Ganjar juga telah mengkritisi putusan Bawaslu Jateng karena menurutnya keputusan lembaga pengawas pemilu yang menyatakan 31 kepala daerah itu melanggar etika berdasar UU tentang Pemerintahan Daerah terkait dukungan pada capres nomor 01 itu bukan kewenangan bawaslu, namun Kementerian Dalam Negeri.

"Logikanya simpel saja, kalau saya melanggar etika siapa yang berhak menentukan saya melanggar? Apakah Bawaslu, `wong` itu bukan kewenangannya. Oh bukan, yang berhak menentukan itu Mendagri, lho kok `sampeyan` (Bawaslu Jateng, red) sudah menghukum saya. `Wong` `nyidang` saya belum kok, ya terpaksa saya menganalisis sendiri karena semua orang bertanya, seolah-olah hari ini saya ini melanggar. Hari ini Bawaslu `offside`," kata Ganjar.

Menurut Ganjar, jika Bawaslu Jateng menemukan hal lain yang tidak menjadi kewenangannya dalam penanganan dugaan pelanggaran pemilu, semestinya tidak patut disampaikan, apalagi sampai memutuskan sebuah pelanggaran.

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019