Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti empat hal terkait tata kelola e-katalog alat kesehatan (alkes) berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK.

"Selama ini e-katalog alkes sudah dilakukan 2013 tetapi kita rasa tidak ada yang berubah dari kasus-kasus yang ada dan kalau kita teliti karena e-katalog untuk alkes ini berjalan sangat lambat hanya sedikit hanya 35 persen dari produk yang ada nomor izin edarnya yang tayang di katalog. Jadi, 65 persen masih dilelang biasa," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Hal tersebut dikatakannya saat konferensi pers soal pemaparan hasil kajian KPK tentang alat kesehatan di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

"Lantas hanya 7 persen penyedia yang masuk di katalog sisanya masih bergerilya ke daerah-daerah ikut proses pengadaan," ucap Pahala.

Menurut dia, KPK juga telah berbicara dengan Asosiasi Penyedia Alat Kesehatan  soal penggunaan e-katalog tersebut.

"Mereka juga sangat ingin pakai katalog saja karena kalau ke daerah-daerah dia harus berurusan dengan ratusan kabupaten/kota ikut proses pengadaan dan menurut pengakuan mereka jarang sekali yang tidak ada pengadaannya harus kasih ini itu," ungkap Pahala.

Ia juga menegaskan bahwa penggunaan e-katalog alkes itu juga sebagai upaya pencegahan korupsi.

Selain itu, kata dia, pada program Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi terdapat juga aksi untuk katalog sektoral untuk alat kesehatan dan obat.

"Program Stranas itu ada aksi untuk katalog sektoral jadi e-katalog untuk alkes dan e-katalog untuk obat akan jadi yang pertama sektoral di Kemenkes atas izin Bu Menteri itu diizinkan," ujar Pahala.

Pahala menyatakan bahwa untuk ketegori e-katalog obat saat ini sudah berjalan dengan baik.

"Jadi, yang obat sudah jalan baik, obat generik ditambah lagi 51 jenis obat itu akan dikelola oleh Kemenkes sebagai katalog sektoral lantas katalog alkes yang masih sedikit akan dipindahkan ke Kemenkes dikelola sektoral dan dipercepat," tuturnya.

Kedua hal yang disorot KPK bahwa masih didapati di daerah pemborosan alkes seperti tidak tepat spesifikasi, jumlah tidak lengkap, dan tidak ada operatornya. 

"Itu kita dorong Kemenkes untuk merevisi Permenkes Nomor 56 Tahun 2014. Di situ kita minta didetilkan sedetil-detilnya sehingga daerah tahu pasti apa yang dibutuhkan, spesifikasinya apa dan jumlahnya berapa serta kelengkapan apa yang dibutuhkan untuk alat-alat kesehatan," ucap Pahala.

Selanjutnya ketiga, KPK juga mengidentifikasi salah satu fungsi Kemenkes adalah melakukan pengawasan terhadap alkes baik sebelum edar maupun sudah edar. 

"Kita lihat ini sangat sedikit produk yang di-surveillance sekitar 6 persen dari 100 persen produk dan hanya 15 persen sarana yang diinspeksi serta hanya 25 sampai 28 persen produk yang terkalibrasi. Ini karena SDM-nya kurang dan mencakup seluruh Indonesia. Kami sarankan perbaikan di tingkat kementerian dan balai untuk lebih mengefektifkan pengawasan alkes," tuturnya.

Terakhir, kata dia, ada beberapa regulasi yang pihaknya mintakan juga kepada Kemenkes agar segera diselesaikan terutama soal Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).

"Itu kita pikir penting karena ini jadi rujukan juga untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan penanganan fraud (kecurangan). Kecurangan harus jelas dulu standarnya nah PNPK itu standarnya. Oleh karena itu, PNPK kita ingatkan kembali untuk segera dilengkapi di samping beberapa regulasi lain yang kami rujuk ke WHO," kata dia.

Sementara itu dalam kesempatan sama, Menkes Nila F Moeloek pun juga mengakui bahwa masih banyak hambatan-hambatan soal e-katalog alkes tersebut.

"Jadi, sebagai kementerian tentu setelah kami bekerja sama dengan KPK dan melakukan suatu evaluasi menganalisa dan sebenernya e-katalog untuk alkes sudah ada tetapi memang masih banyak hambatan-hambatan yang terjadi," kata Nila.

Dalam pertemuan dengan KPK itu, lanjut Nila, Kemenkes berdiskusi dan akan menyelesaikan hal-hal untuk memperbaiki tara kelola dari pembelian alkes melalui e-katalog.

"Di mana tentu kami sudah punya pengalaman untuk e-katalog dari obat obatan yang sudah berjalan jauh lebih baik dan tentu kami melihat pemakaian obat generik yang begitu meningkat dalam hal ini," ucap Nila.

Ia pun menyatakan Kemenkes juga akan mempersiapkan dan melakukan uji coba soal penerapan e-katalog sektoral seperti yang dimintakan oleh KPK. 

"Kami sudah mempersiapkannya yang akan berlaku nanti di tahun 2020 di mana kita akan melakukan beberapa uji coba tadi diharapkan baik untuk obat atau alkes yang kira-kira bisa kita lakukan uji coba," kata Nila.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019