Indonesia perlu orang yang mengerti hakikat demokrasi, bukan semata prosedural
Jakarta (ANTARA News) - Aktivis Malapetaka 15 Januari (Malari) Hariman Siregar menilai Indonesia butuh pemimpin yang mengerti bahwa demokrasi dijalankan bukan hanya prosedural namun hakikatnya menyejahterakan rakyat dengan pemerataan pembangunan.

"Indonesia perlu orang yang mengerti hakikat demokrasi, bukan semata prosedural," kata Hariman dalam pidatonya di acara peringatan 45 tahun Malari, di Cikini, Jakarta, Selasa malam.

Dia mengatakan, pemimpin Indonesia harus tahu bahwa lawan dari demokrasi adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat karena tidak bagus bagi demokrasi itu sendiri.

Hariman menceritakan, 45 tahun dirinya bersama para aktivis Malari menentang konsep pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan namun melupakan pemerataan sehingga tidak ada artinya.

"Saat itu kami ingin tunjukkan kalau undang modal asing jangan untuk hal sepele. Selain itu kami sadar bahwa tidak bisa pertumbuhan dibiayai dengan utang dan pertumbuhan yang ingin dicapai tanpa berpihak pada orang miskin," ujarnya.

Dia juga mengkritik bahwa meskipun Indonesia menganut demokrasi, namun sikap yang ditunjukkan masyarakat khususnya para elit tidak demokrat yaitu ketika kalah tidak mau mengakui kekalahannya.

Karena itu menurut dia, Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 menjadi pertaruhan apakah pasangan calon dan para pendukungnya yang kalah mau mengakui kekalahannya.

"Masa kita tidak bisa menjadi negara yang besar di Asia Tenggara, sehingga kalau begini terus, benar juga Indonesia bisa bubar. Namun saya yakin Indonesia tidak bubar karena bisa mengatasi persoalannya," katanya.

Hariman menilai proses demokrasi dan pembangunan yang berjalan di Indonesia jangan sampai dibajak dengan uang.

Dia selalu berpikir ada pemimpin yang tulus, ikhlas dan tidak bisa dipengaruhi orang-orang di sekitarnya.

"Ada sebuah studi di 2013 menyebutkan bahwa di tahun 2025 Indonesia bisa menjadi negara kategori 'middle class income' namun syaratnya pertumbuhan kita 8 persen dan saat ini kita baru 4-5 persen," ujarnya.

Karena itu dia menilai Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu mengkoordinasikan berbagai potensi yang ada.

Baca juga: Demokrasi prosedural sulit lahirkan pemimpin transformatif
Baca juga: Wajah demokrasi lahirkan banyak "kelompok pendorong"
Baca juga: Mahfud MD: banyak pemimpin "kecanduan" kekuasaan


 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019