Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) juga menyampaikan keberatan dan penolakan terhadap pemberlakuan wajib rekam biometrik untuk pengurusan visa bagi calon jamaah umrah Indonesia.

"Wajib rekam biometrik bagi calon jemaah umrah Indonesia ini, sangat memberatkan jemaah umrah," kata Ketua Umum Amphuri, H Joko Asmoro, di Jakarta, Jumat.
  
Rekam biometrik adalah, perekaman sidik jari dan retina mata bagi calon jemaah umrah dalam pengurusan visa umrah. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menunjuk  lembaga pelaksana perekaman biometrik adalah Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel yang hanya membuka beberapa kantor di Indonesia.

Menurut Joko Asmoro, wajib rekam biometrik ini sangat membebani calon jamaah umrah, karena VFS Tasheel hanya membuka kantor di beberapa kota besar, sedangkan jemaah umrah Indonesia berasal dari seluruh wilayah Indonesia, dan sebagian berasar berasal dari desa-desa di kabupaten. "Sekitar 50 persen calon jamaah umrah berasal dari desa," katanya.

Joko menjelaskan, keberadaan kantor VFS Tasheel hanya hanya ada di beberapa kota besar sangat sulit dijangkau oleh calon jemaah umrah yang berasal dari desa-desa. "Untuk melakukan perekaman biometrik, calon jemaah umrah harus bolak-balik menuju kantor VFS Tasheel yang adanya di luar provinsi mereka. Padahal, wilayah geografis Indonesia sangat luas dan beragam terdiri atas ribuan pulau," katanya.

Keberatan calon jamaah umrah, menurut Joko, tak hanya sebatas waktu dan jarak tempuh dari desa ke kota besar, kesulitan dalam proses perekaman biometrik, serta biaya tambahan yang harus dikeluarkan. "Ada jamaah yang berasal dari desa terpencil datang mengeluhkan kepada kami. Mereka harus menghabiskan biaya tambahan Rp1 juta hingga Rp6 juta, hanya untuk ongkos dan penginapan selama mengurus rekam biometrik," katanya.

Menurut Joko Asmoro, beban dan keberatan dari para jemaah umrah ini, membuat keprihatinan dari para pengusaha umrah, sehingga gabungan asosiasi pengsaha haji dan umrah berupaya melakukan lobi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, agar mempertimbangkan lagi untuk dibatalkan.

Para pengusaha umrah dan haji khusus yang tergabung dari empat asosiasi umrah dan haji yang bersatu dalam wadah Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi), menurut Joko, pada Minggu lalu, telah menemui Wakil Menteri Haji Arab Saudi bidang Umrah, Dr Azis Wazzan, di kantornya, di Jeddah, Arab Saudi.

"Patuhi menyampaikan aspirasi calon jamaah Indonesia yang merasa sangat keberatan dengan kebijakan ini, dan akan banyak berdampak terhadap keberangkatan jamaah," kata Joko yang juga Anggota Dewan Pembina Patuhi.

Menurut Joko, VFS Tasheel yang menjalankan perekaman biometrik bagi calon jemaah umrah mulai Senin (17/12), tapi sesungguhnya belum siap melayani calon jamaah umrah Indonesia. Indonesia setiap tahun memberangkarkan lebih dari satu juta umrah ke Arab Saudi. "Bisa dibayangkan, rata-rata kita mengajukan antara 10.000 - 20.000 visa per hari," katanya.

Namun, pada hari pertama pemberlakukan wajib rekam biometrik, kata dia, VFS Tasheel belum melakukan rekam biometrik, pada hari kedua petugas dari VFS Tashel hanya bisa melayani perekaman untuk empat jemaah saja, dan hari ketiga hanya 110 jemaah.

Baca juga: Travel Umrah protes kebijakan rekam biometrik
Baca juga: Indonesia keberatan perekaman biometrik jamaah umroh ke pemerintah Saudi
Baca juga: Rekam biometrik kurangi antrean jamaah Indonesia di Tanah Suci



   






 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018