Jadi, jika data yang dilaporkan tidak sesuai, peserta bisa menuntut perusahaan atau pemberi kerja. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada.
Jakarta, 5/11 (ANTARA News) - Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, E. Ilyas Lubis menyatakan pekerja selalu dalam posisi yang dirugikan jika perusahaan mendaftarkan sebagian upah ke BPJS-TK.

Ilyas dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan terdapat tiga jenis status Perusahaan Daftar Sebagian (PDS), yakni PDS Tenaga kerja, PDS Upah, dan PDS Program.

PDS Tenaga kerja adalah perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian karyawannya. PDS Upah, perusahaan telah mendaftarkan seluruh pekerjanya, tetapi data upah yang dilaporkan lebih rendah daripada yang seharusnya. 

Kategori terakhir PDS Program, perusahaan telah mendaftarkan seluruh pekerja dan telah sesuai memberikan data upah karyawannya, tetapi hanya ikut pada dua program perlindungan dari empat program wajib yang ada.

PDS program dan PDS upah menjadi pelanggaran yang paling lazim dilakukan perusahaan atau pemberi kerja, bahkan untuk perusahaan kategori menengah besar. 

Sebelumnya, BPJS Ketenagakerjaan menerima laporan upah pilot Lion Air JT 610 sebesar Rp3,7 juta perbulan sementara upah ko pilot yang dilaporkan sebesar Rp20 juta.

Baca juga: Lion laporkan upah pilot JT 610 Rp3,7 juta

Kondisi ini sering terjadi karena BPJS Ketenagakerjaan tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah upah yang diterima pekerja khususnya pekerja yang menerima upah di bawah UMP/UMK dan kebijakan dari perusahaan terkait dengan pemberian upah kepada karyawannya.

"Laporan dari pekerjalah yang dapat membantu BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan informasi data upah yang akurat. Melalui aplikasi BPJSTKU, pekerja dapat melaporkan kepada kami jika ada ketidaksesuaian data upah, ataupun jumlah tenaga kerja", kata Ilyas.

Mengenai kerahasiaan pemberi informasi, Ilyas menyatakan tidak perlu khawatir karena rahasia data pekerja dijamin.

Konsekuensi dari pelaporan data upah yang salah berakibat pada berkurangnya manfaat yang akan diterima oleh peserta, antara lain manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan manfaat Jaminan Pensiun (JP). 

Dampak yang signifikan terlihat pada profesi yang memiliki risiko tinggi, seperti pekerja tambang hingga profesi penerbang. Ketidaksesuaian data upah maupun tenaga kerja berdampak pada besaran manfaat yang akan diterima jika yang bersangkutan mengalami risiko pekerjaan.

Misalnya, upah (gaji pokok + tunjangan tetap) karyawan PT A sebesar Rp100Juta, sedangkan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp3,7Juta.  Akibat yang timbul pada saat pekerja meninggal dunia adalah terdapatnya kekurangan manfaat yang diterima oleh ahli waris.

Dasar perhitungan dengan gaji Rp3,7 juta. Santunan meninggal dunia JKK, Rp3,7 juta x 48 bulan upah  = Rp177,6 juta.

Santunan Rp4,8 miliar

Dasar perhitungan dengan gaji Rp100 juta. Santunan meninggal dunia JKK, Rp100 juta x 48 bulan upah  = Rp4,8 miliar. Selisih manfaat yang diterima sebesar Rp4,8 miliar dengan Rp177,6Juta sama dengan Rp4,622 miliar.

Sementara untuk manfaat Jaminan Hari Tua, dasar perhitungan dengan gaji Rp3,7 juta x  3,7 persen maka besaran iuran menjadi Rp136.900.

Dasar perhitungan dengan gaji Rp100Juta x 3,7 persen menjadi Rp3,7 juta per bulan. Selisih manfaat JHT yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya Rp3,56 juta per bulan.

Dengan asumsi iuran diatas, terdapat perbedaan manfaat atas JHT yang akan diterima pekerja. 

Untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp3,7Juta, manfaat jaminan hari tua yang akan diterima untuk satu tahun kepesertaan sebesar Rp2,6 juta, sedangkan untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp100 juta manfaat jaminan hari tua yang akan diterima mencapai Rp71Juta dengan asumsi hasil pengembangan yang diberikan sebesar 7 persen per tahun.  

"Nilai pengembangan yang kami berikan selalu di atas rata-rata bunga deposito perbankan," ungkap Ilyas.

Dia juga mengingatkan, jika perusahaan berstatus PDS, maka sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk menanggung semua selisih yang timbul.

Dengan mendaftarkan perusahaan dan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan, itu artinya perusahaan sudah mengalihkan tanggung jawab perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan jika terjadi risiko kerja.

"Jadi, jika data yang dilaporkan tidak sesuai, peserta bisa menuntut perusahaan atau pemberi kerja. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada," kata Ilyas.

Baca juga: BPJS-TK verifikasi data 31 pekerja korban kecelakaan Lion Air

 

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018