Jakarta (ANTARA News) - Jika selama ini komunikasi menjadi masalah yang umum dihadapi mereka yang berkebutuhan khusus, maka ada salah satu jalan yang bisa ditempuh yakni mencoba pendekatan berbasis seni atau Sensasi.

Metode yang ditemukan oleh Dr. Anne Nurfarina dari jurusan seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menitikberatkan stimulasi sensor berbasis kreatif dalam seni seperti audio, visual dan kinetis.

"Dalam bentuk visual misalnya, objek-objeknya real, sehingga ketika respon komunikas terbangun, kami masukkan konsep pembelajaran namanya stimulus bentukan," ujar dia di Jakarta, Selasa.

"Semua manusia punya stimulus natural dan masing-masing berlainan. Itu yang dijadikan pintu masuk dan disebut metode Sensasi," sambung Anne.  

Metode ini kemudian dijadikan dasar sistem belajar di  Art Therapy Center (ATC) Widyatama, lembaga pendidikan kesenian di Bandung yang fokus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.

"Dari awal masuk, kami sudah menerapkan itu. Kalau stimulus natural sudah dapat, maka kita buat stimulus bentukan yakni pembelajaran misalnya dia kekurangan kosakata, harus ada treatment khusus per orang," papar Anne yang merupakan direktur ATC itu.

Oleh karena itu, penting untuk tahu sejak dini apa yang menjadi kesukaan atau sesuatu yang membuat mereka tertarik.

"Maksimal empat kali pertemuan, mereka sudah bisa melakukan tatap mata (eye contact). Tolak ukur kami itu yang autis karena mereka yang paling sulit berkomunikasi. Kalau kita tahu apa ketertarikan mereka, mereka akan mudah merespon," papar Anne.

Ia menambahkan, "Seni bisa lebih efektif membangun respon komunikasi sehingga dengan begitu bisa menjadi pintu masuk yang men-trigger anak-anak berkomunikasi, bersosialisasi mandiri. Selama mereka bisa merespon komunikasi maka kognitifnya bisa dibangun perlahan."

Pameran "Warna-Warna"

Melihat adanya potensi anak-anak berkebutuhan khusus di dunia seni, Anne bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk penyanyi Andien menyelenggarakan pameran seni bertajuk "Warna-Warna".

Pameran ini menghadirkan 62 karya dari 14 anak berkebutuhan khusus dan terbagi dalam tiga kategori  yakni karya murni penciptaan (orisinil), karya yang menggunakan referensi foto sebagai objek kekaryaaan dan karya remake, cycling, inspiring dan duplicating.

 
Karya seni siswa-siswa binaan Art Therapy Center (ATC) Widyatama, lembaga pendidikan kesenian di Bandung yang fokus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)

 
 
Pengunjung melihat karya seni siswa-siswa binaan Art Therapy Center (ATC) Widyatama, lembaga pendidikan kesenian di Bandung yang fokus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus di Jakarta, Selasa (28/8/2018). (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Ada lukisan, hiasan gantung dan berbagai karya seni lainnya dalam pameran yang berlokasi di Dia.Lo.Gue Art Space, Kemang, Jakarta Selatan itu.

Ada juga merchandise karya siswa-siswa ATC Widyatama seperti sweatshirt, enamel, mini notebook, tote bag dan lainnya yang bisa dibeli di lokasi pameran atau Bukalapak.

Andien yang berkesempatan mengunjungi siswa-siswa binaan ATC di Bandung beberapa lalu mengagumi karya seni mereka. Dia bahkan berpikir ingin menggunakan salah satu karya mereka menjadi sampul depan CD albumnya atau bahkan busana mereknya.

"Bisa enggak mereka gambarkan cover CD, untuk brand saya," tutur Andien.

Pameran "Warna-Warna" berlangsung mulai hari ini hingga 9 September mendatang. 
 
Lukisan Andien karya salah satu siswa binaan Art Therapy Center (ATC) Widyatama, lembaga pendidikan kesenian di Bandung yang fokus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus di Jakarta, Selasa (28/8/2018). (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018