Hasil survei LIPI menunjukkan bahwa isu SARA tidak signifikan terjadi di tingkat akar rumput. Isu SARA terjadi di Pilkada DKI karena kecenderungan manipulasi dan dikapitalisasi elite politik."
Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terhadap 145 orang ahli politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, menunjukkan bahwa isu suku, agama, ras dan antargolongan menjadi besar karena dikapitalisasi dan dimanipulasi elite politik. 

"Hasil survei LIPI menunjukkan bahwa isu SARA tidak signifikan terjadi di tingkat akar rumput. Isu SARA terjadi di Pilkada DKI karena kecenderungan manipulasi dan dikapitalisasi elite politik," ujar peneliti LIPI Prof. Dr. Syarif Hidayat dalam penjelasan hasil survei LIPI di Jakarta, Selasa.

Survei ini dilakukan terhadap 145 ahli bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, yang tersebar di 11 provinsi selama kurun waktu April hingga Juli 2018. Kegiatan survei ini, sebagai bagian pelaksanaan kegiatan survei "pemetaan kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan menjelang pemilu serentak 2019: dalam Rangka Penguatan Demokrasi" yang merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional (PN) tahun 2018.  

Syarif mengatakan dari survei ahli yang dilakukan tim peneliti LIPI itu diketahui bahwa tindakan persekusi yang belakangan marak terjadi di masyarakat mayoritas disebabkan penyebaran berita hoaks (92,4 persen), ujaran kebencian (90,4 persen), radikalisme (84,2 persen), kesenjangan sosial (75,2 persen) , perasaan terancam oleh orang atau kelompok lain (71,1 persen), sedangkan aspek relijiusitas (67,6 persen) dan ketidakpercayaan antarkelompok/suku/agama/ras (67,6 persen). 

Persentase itu menurut dia, menunjukkan bahwa isu SARA tidak begitu signifikan terjadi di tingkat akar rumput melainkan hanya merupakan isu yang dipolitisasi para elite politik. 

Sehingga Syarif mengatakan solusi mengatasi berkembangnya isu SARA adalah dengan mengelola dan mengendalikan perilaku elite politik. 

Peneliti LIPI Prof. Dr. Syamsuddin Haris mengajak seluruh pihak mengimbau elite politik kembali ke jalan yang benar dengan tidak mempolitisasi SARA demi kepentingan jangka pendek. 

"Politisasi SARA dampaknya sangat besar. Jangan mudah melakukan manipulasi dan politisasi yang mengatasnamakan SARA, ini akan mengakibatkan konflik horizontal," jelas Syamsuddin Haris.

Baca juga: Kuasa hukum Ahok tunggu MA soal penolakan PK kasus penodaan agama

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018