Jakarta (ANTARA News) - Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutardjo menyatakan dia tidak mencoba menghalangi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Setya Novanto, yang ketika itu masih menjabat sebagai Ketua DPR, terkait perkara korupsi dalam pengadaan KTP elektronik.

"Di persidangan ini yang terbukti adalah Fredrich Yunadi yang sengaja menghalang-halangi KPK melakukan penangkapan Setya Novanto. Fredrich menghalangi penyidikan berbeda dengan saya yang melakukan tugas mengobati dan merawat hipertensi yang diderita Setya Novanto, tidak ada persamaan niat untuk dapat dikatakan kerja sama," kata Bimanesh saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.

"Hal ini diakui Fredrich dalam persidangan saya dan dia sendiri, Fredrich di persidangan saya juga mengakui tidak memberikan uang kepada saya untuk merawat Setya Novanto. Hal ini membuktikan saya tidak mempunyai motif apapun selain menolong orang yang sakit," ungkap Bimanesh.

Dia juga mengaku menyesal telah membuat pengumuman di pintu kamar VIP dengan tulisan "Pasien perlu istirahat karena penyakitnya, mohon tidak diganggu".

"Tulisan ini kemudian disalahgunakan oleh Fredrich Yunadi untuk menghalangi masuknya penyidik KPK. Saya mengakui hal ini sebagai kesalahan saya, namun kandungan tulisan itu hanya bersifat himbauan bukanlah suatu larangan dan tidak ditujukan kepada orang tertentu serta tidak mempunyai kekuatan hukum apapun," jelas Bimanesh.

Bimanesh pun merasa bersalah tidak cermat dalam menangani pasien sehingga dimanfaatkan untuk menghindarkan Setnov dari pencarian KPK.

"Seharusnya permintaan itu saya tolak. Saya merasa bersalah merawat Setya Novanto dalam keadaan tidak lazim," tambah Bimanesh.

Dalam perkara ini, jaksa menuntut hakim menjatuhi Bimanesh hukuman enam tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan karena merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-Elektronik.

Bimanesh dituntut berdasarkan dakwaan pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bimanesh Sutardjo sebagai dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau dihubungi Fredrich Yunadi, yang meminta bantuan dia agar Setya Novanto dapat dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit salah satunya hipertensi.

Ia menyanggupi permintaan Fredrich meski tahu bahwa Setnov memiliki masalah hukum dalam kasus korupsi proyek KTP-E.

Bimanesh menghubungi Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau dokter Alia melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasiennya Setya Novanto. Dokter Alia lalu memberitahu dokter Michael Chia Cahaya yang saat itu bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien bernama Setnov dengan diagnosa penyakit hipertensi berat.

Dokter Michael menolak karena mangeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD sebelum pasien melalui pemeriksaan.

Selain itu, Fredrich juga menemui dokter Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP 323 sekaligus meminta kepada dokter Alia agar alasan masuk rawat inap Setya Novanto yang semula adalah penyakit hipertensi diubah dangan kecelakaan.

Bimanesh kemudian membuat surat pengantar rawat inap manggunakan form surat pasien baru IGD, padahal dia bukan dokter jaga IGD.

Pada 16 November 2017 sekitar pukul 18.45 WIB, Setnov tiba di RS Medika Permata Hijau dan langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai dengan Surat Pengantar Rawat Inap yang dibuat terdakwa.

Bimanesh juga menyampaikan kepada suster Indri Astuti agar luka di kepala Setnov untuk diperban dan agar pura-pura dipasang infus, yakni sekedar hanya ditempel saja, namun Indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukurun 24 yang biasa dipakai untuk anak-anak.

Fredrich lalu memberikan keterangan kepada pers bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta benjolan pada dahi sebesar bakpao, padahal Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak menahan Setnov setelah berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov lalu Setnov dibawa dari RS ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK.

Terkait perkara ini, advokat Fredrich Yunadi sudah divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan.

Baca juga: Dokter Bimanesh dituntut 6 tahun penjara
Baca juga: Fredrich Yunadi divonis 7 tahun penjara
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018