Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai penanganan tindak pidana terorisme harus dilakukan secara komprehensif, dimulai dari pencegahan, adanya proses hukum bagi pelaku teror hingga pemenuhan hak para korbannya.

Demikian disampaikan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam konferensi pers yang dirilis LPSK, Rabu, menyikapi serangkaian aksi teror di Rutan Cabang Salemba di Kelapa Dua, Depok; tiga rumah ibadah di Kota Surabaya; dan di Mapolda Riau.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan pencegahan terjadinya aksi terorisme harus dilakukan secara bersama-sama oleh segenap unsur masyarakat.

"Semua pihak harusnya dapat berpartisipasi untuk mengantisipasi dan mencegah munculnya benih-benih radikalisme yang berujung pada perbuatan teror," ujar Semendawai.

Seandainya teror itu pun terjadi, lanjut Semendawai, penegak hukum diharapkan dapat mengungkap dan menangkap para pelakunya untuk diproses hukum.

Hal penting lain dalam penanganan tindak pidana terorisme, yaitu pemenuhan hak-hak bagi para korban. Karena korban ini terbagi atas mereka yang menderita luka fisik, psikologis maupun materi.

Masih menurut Semendawai, penanganan korban terorisme tidak sebatas pada penyembuhan sesaat pascakejadian saja. Dibutuhkan waktu cukup lama untuk pemulihan, baik fisik maupun psikologisnya.

"Kita apresiasi banyak pihak yang membantu pengobatan korban terorisme (Surabaya). Akan kami pantau terus terpenuhinya hak-hak korban, termasuk kompensasi," katanya.

Sebagaimana diketahui, LPSK menurunkan tim reaksi cepat dalam menyikapi serangkaian aksi teror di beberapa daerah di Indonesia, yakni Tim dipimpin Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.

Dari hasil turun ke lapangan, kata Hasto, baru beberapa korban saja yang setuju menerima layanan dari LPSK, sementara sejumlah korban lainnya masih dalam pemulihan, mengingat situasi belum stabil.

Khusus terhadap anak-anak pelaku, ungkap Hasto, kepada mereka tetap dikategorikan sebagai korban. Akan tetapi, untuk perlindungan bagi mereka, sampai saat ini masih berada di bawah kendali Polri sembari dilakukan pemulihan terhadap trauma yang mereka derita.

"Tapi, ketika mereka menjadi saksi dalam proses pidana, LPSK akan memberikan perlindungan," tutur Hasto.

Hasto menambahkan, perlindungan terhadap anak yang menjadi saksi dalam proses pidana, perlakuannya sedikit berbeda dengan orang dewasa.

Begitu pun dengan pemeriksaan terhadap mereka, sekiranya diperlukan, pemeriksaan terhadap anak yang menjadi saksi di persidangan bisa melalui video conference sehingga mereka lebih nyaman memberikan kesaksian.

Baca juga: TNI harus dilibatkan atasi aksi teroris

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018