Mataram (ANTARA News) - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Nusa Tenggara Barat memberlakukan persyaratan harus ada surat rekomendasi sebagai upaya memperketat pengawasan pemberangkatan jemaah umrah oleh pihak swasta.

"Setiap jemaah umrah yang akan diberangkatkan oleh perusahaan harus ada rekomendasi dari Kemenag," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenag NTB H Nasaruddin, di Mataram, Minggu.

Dengan cara seperti itu, pihaknya bisa memastikan bahwa perusahaan yang akan memberangkatkan jemaah sudah memiliki izin. Selain itu, untuk memastikan jemaah sudah memiliki paspor, visa, tiket dan jenis pesawat yang akan digunakan, serta hotel apa yang dijadikan tempat menginap di Arab Saudi.

Kebijakan tersebut, lanjut Nasaruddin, sudah disosialisasikan kepada masyarakat. Upaya edukasi dilakukan oleh seluruh Kemenag Kabupaten/kota dan Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar di seluruh kecamatan di NTB.

Berbagai informasi yang diberikan kepada masyarakat berupa besaran biaya perjalanan ibadah umrah yang sudah ditetapkan oleh Kemenag pada 2017, dengan referensi minimal Rp20 juta per orang.

Edukasi juga lebih ditekankan pada upaya pelaporan masyarakat kepada petugas Kemenag sejak sebelum menyetorkan uang ke perusahaan jasa perjalanan umrah. Hal itu perlu dilakukan agar masyarakat mengetahui apakah perusahaan tersebut resmi atau ilegal.

"Tapi kalau masyarakat melapor setelah menyetorkan uang dan ternyata menjadi korban penipuan itu risiko sendiri," ujarnya.

Kemenag NTB, kata dia, juga terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan penyedia jasa perjalanan umrah ke Tanah Suci Mekkah, di Arab Saudi. Pasalnya, jumlah perusahaan yang terdaftar sudah mencapai belasan lembaga. Di mana hanya satu yang berkantor pusat di NTB, sisanya adalah kantor cabang dengan pusat di Jakarta dan Pulau Jawa.

Jumlah perusahaan penyedia jasa perjalanan ibadah umrah yang beroperasi di NTB, terus bertambah setiap tahun. Hal itu, menurut Nasaruddin, disebabkan karena lamanya masa tunggu untuk bisa menunaikan ibadah haji, yakni mencapai 29 tahun.

"Seluruh perusahaan yang ingin beroperasi di NTB, harus melaporkan diri agar kami bisa memberikan informasi kepada masyarakat dan melakukan pengawasan," ucapnya pula.

Terkait dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban penipuan perusahaan, Nasaruddin, mengaku belum mendapatkan laporan jika ada korban yang berasal dari NTB. Namun jika ada, diimbau untuk melapor ke polisi agar mendapat penanganan hukum.

Pewarta: Awaludin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018