Palangka Raya, Kalimantan Tengah (ANTARA News) - Legislator Kalimantan Tengah, Reza Fahrony, menyebut mahar politik sejumlah bakal calon kepala daerah bukan hanya mencederai demokrasi, namun juga melanggar UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada.

Pasal 47 ayat 1 sampai 4 UU Nomor 8/2015 itu secara jelas melarang partai politik dan lembaga serta perorangan memberikan atau menerima imbalan terkait proses pencalonan Kepala Daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, kata Reza di Palangka Raya, Selasa.

"Seharusnya seorang calon itu diusung oleh partai tertentu karena orang tersebut memenuhi kriteria ideal sebagai seorang pemimpin, bukan kemampuan membayar. Jadi, kita menyesalkan adanya mahar politik," tambahnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengakui kemampuan keuangan seseorang maju sebagai calon kepala daerah memang penting, karena akan dibutuhkan selama melakukan sosialisasi maupun kampanye.

Hanya, menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Kalteng ini, kriteria pengalaman di pemerintahan dan integritas serta kredibilitas menjadi prioritas utama baru disusul dengan kemampuan keuangan dalam mengikuti Pelaksanaan Pilkada.

"Apabila ini dilakukan, maka orang-orang yang ingin maju di Pilkada tidak terlalu banyak menghabiskan biaya. Masyarakat juga berperan penting meningkatkan kualitas Pilkada di Indonesia, khususnya Kalteng ini dengan menghindari politik uang," kata Reza.

Anggota DPRD Kalteng dari daerah pemilihan IV meliputi Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Murung Raya itu,?mengatakan ada pasangan calon kepala daerah mengikuti pilkada di salah satu kabupaten di Kalteng menghabiskan dana hingga Rp70 miliar, tapi hasilnya tidak sesuai karena kalah suara.?

"Saya pernah berkomunikasi dengan salah satu paslon di salah satu kabupaten yang mengaku selama proses pencalonan di partai hingga hari pemungutan suara menghabiskan hingga Rp70 miliar, tapi hasil akhirnya tetap kalah," demikian dia.

Pewarta: Jaya Manurung
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018