Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Utama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Heronimus Abdul Salam, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan diklat Bapeten di Kabupaten Bogor. Usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin, Heronimus langsung dibawa ke Rutan Polres Jakarta Selatan. Selain menahan Heronimus, KPK juga menahan Kepala Bagian Rumah Tangga pada Biro Umum Bapeten, Sugio Prasojo, yang berperan sebagai pimpinan proyek dalam pengadaan lahan diklat Bapeten. Sugio ditahan di Polda Metro Jaya. Keduanya secara bersama-sama diduga melakukan korupsi dalam pengadaan lahan untuk Diklat Bapeten seluas 63.445 meter persegi senilai Rp19,9 miliar di Kampung Sampai, Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Juru bicara KPK, Johan Budi SP, mengatakan kerugian negara akibat dugaan korupsi pengadaan lahan itu mencapai Rp8 miliar. "Tersangka juga diduga menerima pemberian uang dari modus pembelian lahan tersebut," ujarnya. Menurut Johan, Sugio diduga menerima Rp480 juta, sedangkan Heronimus diduga menerima Rp1,6 miliar. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya dugaan penggelembungan dana dalam pengadaan lahan senilai Rp19,9 miliar itu pada proses penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Hasil pemeriksaan BPK juga menemukan pengadaan lahan itu dilaksanakan tanpa pembentukan panitia sembilan. Dalam laporannya, BPK menyatakan pengadaan lahan Bapeten itu melanggar Keppres No 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum. KPK telah memeriksa beberapa saksi dalam kasus tersebut, di antaranya Kasubag Perekonomian Pemkab Bogor Yosef Sudrajat, Kasubag Tata Pemerintahan Pemkab Bogor R Irwan Gunawan, mantan Camat Cisarua Sujana, Kepala Desa Tugu Jajat Sudrajat, Biro Hukum Pemkab Bogor Estatani Kasno, serta notaris Fenny Sulifadarti. Keputusan Pimpro yang dikeluarkan Sugio pada 22 April 2004 telah menetapkan Fenny sebagai penyedia tanah untuk pengadaan lahan Pusdiklat Bapeten di Kabupaten Bogor. Sugio dan Heronimus dijerat dengan pasal 2, 3 dan 12e UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007