Banda Aceh (ANTARA News) - Gubernur Aceh Zaini Abdullah menegaskan pergantian pejabat eselon dua di lingkungan Pemerintah Aceh bukan untuk kepentingan pribadi dirinya, tetapi untuk kepentingan daerah secara keseluruhan.

"Tidak ada kepentingan pribadi saya mengganti pejabat eselon dua, kecuali untuk memacu pembangunan Aceh," tegas Gubernur Aceh Zaini Abdullah di Banda Aceh, Minggu.

Sebelumnya, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengganti 33 pejabat eselon dua di antara kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). Pergantian tersebut tiga bulan menjelang berakhirnya masa jabatan Zaini Abdullah sebagai Gubernur Aceh periode 2012-2017.

Padahal, saat Aceh dijabat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Soedarmo sebulan lalu, para pejabat eselon dua tersebut juga telah dilantik di jabatannya masing-masing. Sebagian di antara mereka diganti oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah.

Menurut Zaini Abdullah, perombakan kembali "kabinet" yang dilantik Plt Gubernur Aceh sebelumnya hanya untuk meluruskan aturan perundang-undangan.

"Perombakan jabatan pejabat eselon dua berdasarkan penilaian kinerja serta disiplin dan loyalitas. Bagi mereka yang tidak mampu, ya tentu diganti. Jabatan ini bukan milik pribadi, tetapi amanah," tutur Zaini Abdullah.

Menurut Gubernur, dirinya melakukan pergantian pejabat eselon dua untuk memacu kinerja SKPA, sehingga program-program kerja yang telah direncanakan berjalan dengan baik.

"Tidak ada kepentingan apapun dalam pergantian pejabat eselon dua ini, kecuali untuk memacu pembangunan di Provinsi Aceh. Apalagi masa jabatan saya sebagai Gubernur Aceh tinggal beberapa bulan lagi," ungkap Zaini Abdullah.

Terkait tudingan pergantian pejabat eselon dua melanggar peraturan perundang-undangan, Gubernur menegaskan, perombakan kabinet di Pemerintah Aceh itu mengacu Pasal 119 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh atau dikenal dengan UUPA.

Pada Pasal 119 Ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon dua pada Pemerintah Aceh ditetapkan oleh Gubernur.

"Jadi, ini yang harus diluruskan bahwa Aceh memiliki undang-undang khusus. Dan saya siap mempertanggungjawabkannya bila ada yang menyatakan pergantian pejabat eselon dua melanggar undang-undang," tegas Zaini Abdullah.

Senada juga diungkapkan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh Edrian. Ia menegaskan pergantian pejabat eselon dua yang dilakukan Gubernur Aceh mengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 2006.

"Yang menjadi persoalan Plt Gubernur Aceh sebelumnya tidak berkoordinasi dengan Gubernur Aceh yang saat itu cuti kampanye. Dan setelah cuti kampanye, Gubernur menggunakan kewenangannya seperti yang diatur UU Nomor 11 Tahun 2006," kata Edrian.

Pelantikan dan pengukuhan pejabat eselon dua oleh Plt Gubernur Aceh dilakukan akibat perubahan struktur organisasi tata kerja (SOTK) Pemerintah Aceh yang diatur berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah.

"Tapi, yang harus diketahui Aceh merupakan daerah khusus. Kekhususan tersebut diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Selain Aceh, kekhususan juga dimiliki Jakarta, Yogyakarta, dan Papua," papar Edrian

Seperti Provinsi Yogyakarta, undang-undang khusus daerah itu mengatur bahwa raja dan patihnya merupakan gubernur atau kepala daerah. Artinya, di Yogyakarta tidak ada pemilihan gubernur.

"Jadi, Gubernur Aceh menggunakan kewenangannya berdasarkan undang-undang khusus tersebut terkait pergantian pejabat eselon dua. Bagi ada pihak yang merasa keberatan, bisa menggugat ke pengadilan tata usaha negara," kata Edrian.

(KR-HSA/H011)

Pewarta: M Haris SA
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017