Untuk hotspot (titik panas) pagi ini, satelit NASA nyatakan wilayah Sumatera terpantau nihil, termasuk di Riau."
Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan hujan mulai turun secara merata di Riau, meski provinsi itu masih dilanda kemarau basah.

"Saat ini, curah hujan yang turun di wilayah Riau kurang dari 50 milimeter per dasarian," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru Slamet Riyadi di Pekanbaru, Rabu.

Dia terus memantau prakiraan dan perkembangan curah hujan dalam 10 hari setiap bulannya termasuk berbagai daerah di wilayah itu.

Umumnya hujan turun dapat disertai petir dan angin kencang maksimal 20 knots atau 36 kilometer per jam di Riau, terjadi pada sore, malam hingga dini hari.

Ia mengatakan seperti Selasa (25/10) sampai pukul 7.00 WIB terpantau hujan turun tercatat wilayah Bangkinang di Kampar 12,7 milimeter (mm) dan Dumai 7,5 mm.

Lalu Meranti di Kepulauan Meranti 6 mm, Pelalawan di Kabupaten Pelalawan 5 mm, Rengat di Indragiri Hulu 3,7 mm, Tembilahan di Indragiri Hilir 1 mm dan Pekanbaru 0,8 mm.

"Seperti pagi ini, potensi hujan tetap ada di Indragiri Hilir, Siak, Bengkalis, Meranti, Dumai dan Pekanbaru. Tapi, berintensitas ringan," ucapnya.

"Untuk hotspot (titik panas) pagi ini, satelit NASA nyatakan wilayah Sumatera terpantau nihil, termasuk di Riau," kata Slamet.

Kepala Stasiun BMKG Pekanbaru Sugarin bulan lalu menyatakan, Provinsi Riau bakal mengalami puncak La Nina pada bulan Oktober dan November tahun ini.

"Wilayah di Riau, saat ini kan sudah masuk dalam masa transisi musim hujan. Puncaknya terjadi dua bulan ke depan," terangnya.

BMKG menyebutkan musim kemarau terjadi di Riau saat ini adalah kemarau basah sebagai dampak terjadinya fenomena La Nina dan dirasakan mulai melanda sejumlah daerah pada pertengahan September.

Meski berbagai wilayah di Riau terjadi hujan, Sugarin tegaskan, tapi bukan berarti provinsi itu terbebas dari bahaya kebakaran hutan dan lahan terutama lahan gambut.

Luas total wilayah daratan sekitar 8,9 juta hektare dan 49 persen diantaranya merupakan hutan dan lahan gambut yang rentan terbakar di musim kering.

"Gambut tiga hari tidak turun hujan, maka dianggap kering. Terus yang jadi masalah adalah perilaku (manusia). Kita tidak bisa menihilkan kebakaran hutan dan lahan," ucap dia.

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016