Surabaya (ANTARA News) - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur menilai ketika orang melihat sebuah padepokan berkaitan dengan persoalan uang maka sudah jelas tak sesuai dengan arah agama Islam.

"Ketika orang melihat sebuah padepokan dan itu ada kaitannya dengan mengumpulkan uang maka jelas arah agama tidak begitu," ujar Ketua PW Muhammadiyah Jatim Saad Ibrahim menanggapi fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi ketika dikonfirmasi di Surabaya, Selasa.

Ia beralasan, pada zaman Rasulullah SAW lalu, meski banyak pertanyaan mengapa Nabi Muhammad tidak memiliki kekayaan yang semestinya diberi Tuhannya sehingga hal tersebut tidak bisa dijadikan ukuran.

Islam menurut Muhammadiyah, kata dia, kembali ke ajaran Al-Quran dan As-Sunnah sehingga apapun yang tidak ada kaitannya yang diajarkan maka tidak sesuai dengan arah Islam.

Terkait ranah hukum yang kini sedang dalam proses, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum, termasuk dugaan kasus pembunuhan dan penipuan.

"Proses hukum harus dihormati dan peristiwa ini pasti diusut tuntas oleh polisi," kata dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim tersebut.

Sementara itu, pada sebuah kesempatan di Surabaya akhir pekan lalu, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan umat Islam saat ini harus mewaspadai paham-paham yang muncul dengan membaawa ajaran keliru, khususnya di bidang aqidah.

Kaitannya dengan Dimas Kanjeng, lanjut dia, kerangka pikiran yang diajarkan terdapat persoalan materi atau uang yang dikumpulkan, kemudian dipercaya bisa menjadi lebih banyak sehingga sangat tidak rasional dan bertentangan dengan watak Islam.

Menurut dia, kalau pihak yang mengaku mampu menggandakan, mengadakan atau mengumpulkan materi maka jelas sekali bermotif ekonomi dan itu berada di luar lingkaran paham keagamaan.

"Meskipun dikaitkan dengan karena karomah, ini akan menjadi rancu. Saya kira, tak ada pilihan lain dan harus diusut tuntas, apalagi menghimpun dana masyarakat dalam jumlah besar yang berpotensi menimbulkan kerugian," katanya.

Sebagai ketua dewan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), ia mengimbau umat Islam dan masyarakat agar berhati-hati untuk tidak terpengaruh dan terjebak ke praktik-praktik semacam itu, terlebih memakai bungkus atau kedok agama.

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016