Bogor (ANTARA News) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat menerima Sertifikat Eliminasi Filariasis dari Kementerian Kesehatan yang menandakan wilayah tersebut telah berhasil mencegah penyakit kaki gajah (filariasis) setelah lima tahun melakukan upaya pencegahan.

"Sertifikat Eliminasi Filariasis diserahkan oleh Menteri Kesehatan Nila F Moeloek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, pada acara Bulan Eliminasi Kaki Gajah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin kemarin," kata Kasi Promosi Kesehatan Kota Bogor, Nia Nurkania, di Bogor, Selasa.

Menurut Nia, sertifikat yang diterima Kota Bogor sebagai bentuk penghargaaan dari Kementerian Kesehatan untuk Pemerintah Kota karena berhasil memusnahkan penyakit filariasis (kaki gajah).

"Dan ini menjadi tugas kita sebagai warga untuk tetap melakukan promotif preventif," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberantasan Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL), Dinas Kesehatan Kota Bogor, Eddy Dharma menyebutkan, pada pertengahan Juni 2012 lalu, genap lima tahun Pemerintah Kota Bogor melaksanakan program Pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMPF) yakni program sesuai standar WHO dalam memberantas dan mencegah penyakit kaki gajah tersebut.

Program tersebut berlangsung selama lima tahun dengan melibatkan 553.975 orang, mencakup 92 persen dan target cakupan 85 persen.

Sebelum dilaksanakan program tersebut, Kota Bogor diketahui sebagai daerah indemik filariasi berdasarkan nilai hasil microfilariasi yang di atas 1 persen.

"Temuan ini terungkap setelah terjadi kasus kejadian luar biasa di Kecamatan Tanah Sareal pada tahun 2007 lalu," katanya.

Guna mencegah penyebaran dan memberantas penyakit tersebut, lanjutnya, Pemerintah Kota Bogor melaksanakan program POMPF sejak 2007 dengan menjadikan kecamatan Tanah Sareal sebagai wilayah awal dimulainya program tersebut.

Ia mengatakan, sesuai prosedur WHO program tersebut harus berlangsung selama lima tahun. Dengan mendanai sendiri program ini, Pemerintah Kota Bogor mewujudkan komitmen untuk menjadi kota bebas filariasis.

"Pelaksanaan program ini juga dibantu oleh Kementerian Kesehatan yang menyediakan obatnya," kata Eddy.

Selanjutnya, kata Eddy, setelah lima tahun melaksanakan kegiatan POMPF, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program tersebut dilakukan penelitian, yakni pertama survei darah jari dan TAS atau transmition assesment and survey.

Ia menjelaskan, survei darah jari dilakukan untuk menghitung angka mikrofilarian dalam darah untuk menilai apakah pemberian obat massal filariasis efektif. Sedangkan TAS dilakukan setelah hasil survei darah jari dikeluarkan untuk mengetahui tingkat penularan, apakah masih memungkinkan keputusan berhenti POMPF atau tidak.

"Dua tahapan penelitiannya sudah dilakukan hingga akhir 2012 ini. Hasilnya diketahui negatif," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016