Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru mengatur kewenangan bagi jaksa untuk menghentikan penuntutan. Penjelasan itu disampaikan Ketua Tim Penyusun Rancangan KUHAP, Prof Andi Hamzah, di Jakarta, Selasa sore, pada acara debat publik tentang rancangan KUHAP di Departemen Hukum dan HAM (Depkumham). Perkara yang dapat dihentikan penuntutannya itu antara lain perkara kecil atau ringan, perkara yang pelakunya berumur 70 tahun ke atas, perkara yang ancaman pidananya tidak lebih dari lima tahun, serta untuk perkara yang kerugiannya sudah diganti. Selain itu, menurut Andi saat mempresentasikan rancangan KUHAP baru, penghentian penuntutan juga bisa meliputi tindak pidana yang diancam tidak lebih dari satu tahun penjara dan kerugian yang telah diganti. Ia menambahkan, ada beberapa negara yang telah menerapkan penyelesaian singkat suatu perkara. Di beberapa negara, jaksa, menurut Andi, diberi wewenang mengenakan sanksi tanpa perlu melanjutkan perkara ke pengadilan. Belanda, misalnya, kata Andi, telah menerapkan suatu sistem yang mengatur bahwa jaksa dapat mengenakan denda administratif terhadap perkara ringan, yaitu yang ancaman pidana penjaranya enam tahun ke bawah. Contoh lain, lanjut dia, adalah Rusia yang dalam pasal 25 KUHAP tahun 2003 dan pasal 76 KUHAP tahun 1996 telah memperkenalkan aturan baru, yakni jika perkara ringan atau sedang dan korban telah berdamai dengan tersangka maka perkara itu bisa dihentikan jika tersangka telah mengganti kerugian kepada korban. Tim penyusun RUU KUHAP baru pada Selasa menyampaikan pertanggungjawaban terakhir atas hasil kerja mereka. Selanjutnya, RUU KUHAP itu akan segera disampaikan kepada Presiden.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007