Jakarta (ANTARA News) - Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB dalam hal Kekerasan Terhadap Anak, Marta Santos Pais, mengapresiasi modul pencegahan perkawinan anak yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA).

"Saya bangga sekali bisa menyaksikan strategi nasional yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui modul pencegahan perkawinan anak. Saya berharap modul pelatihan ini bisa menjadi model untuk diterapkan di negara Asia lainnya maupun seluruh dunia," kata Marta dalam Promosi Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Kantor KPP-PA di Jakarta, Selasa.

Marta mengatakan perkawinan anak sebagai fenomena global tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di semua negara, baik negara miskin, berkembang maupun kaya atau Eropa, Asia, dan benua lainnya.

Sebagai contoh, ia mengungkapkan lebih dari 1 miliar anak di seluruh dunia pada tahun lalu mengalami dampak kekerasan.

Marta menjelaskan meskipun perkawinan anak di Indonesia masih terbilang tinggi di berbagai wilayah, pemerintah dan kementerian terkait berupaya mencegah dan menghentikan perkawinan anak melalui modul pelatihan pencegahan perkawinan anak dan UU Perkawinan Usia Anak yang akan segera ditandatangani.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PP dan PA Yohana Yembise mengatakan modul ini merupakan bentuk implementasi kebijakan nasional yang dilakukan oleh KPP-PA bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, lembaga masyarakat dan dunia peduli anak-anak, seperti UNICEF, KPAI dan pakar anak.

Modul hasil saran dari "Plan International Indonesia" ini terbagi dalam dua jenis, yakni modul pencegahan perkawinan anak bagi fasilitator orang tua dan modul pencegahan perkawinan anak bagi fasilitator anak.

Modul ini terbagi menjadi tiga bab, yakni gender dan seksualitas, lingkungan dan merancang masa depan yang diterbitkan dalam dua jenis, yakni untuk orang tua sebagai fasilitator dan untuk remaja.

Menteri Yohana menjelaskan bahwa penurunan perkawinan anak menjadi penting, terutama sebagai salah satu dari 31 indikator kabupaten/kota layak anak (KLA).

"Perkawinan anak sangat merugikan kepentingan dna kesehatan anak. Dalam usianya, anak-anak masih berada dalam proses tumbuh kembang yang belum optimal, begitu pula dengan organ reproduksinya," ujar menteri asal Papua tersebut.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016