Kabul (ANTARA News) - Badai yang tidak biasa di Afghanistan merusak lebih dari 80 helikopter militer AS, menghancurkan sejumlah bilah baling-baling dan memecahkan kaca jendelanya, demikian diumumkan militer AS, Kamis.

Helikopter-helikopter itu tidak diterbangkan selama beberapa pekan sampai perbaikan selesai, kata militer AS dalam pernyataan tersebut.

Batu-batu badai seukuran bola golf menghantam lapangan terbang Kandahar pada 23 April, yang mendorong segera dilakukan operasi darurat untuk membuat helikopter kembali ke udara di salah satu wilayah kekerasan Taliban yang paling parah.

Militer AS menggambarkan bagaimana "badai tiba-tiba yang belum pernah terjadi sebelumnya itu" membuat lekuk lapisan logam helikopter-helikopter itu, yang diparkir di luar lapangan terbang di wilayah gurun Afghanistan selatan.

"Banyaknya perbaikan badan pesawat yang harus dilakukan setelah badai itu memberi mekanik waktu pengalaman lima tahun," kata pernyataan pers, dengan menambahkan bahwa helikopter-helikopter itu dibutuhkan karena "musim perang" Afghanistan sedang berlangsung.

Sekitar delapan helikopter masih belum layak terbang setelah pekerjaan perbaikan menyeluruh selama tiga pekan, yang mencakup pemasangan bilah baling-baling baru dan tirai terpal yang didatangkan dari Kuwait.

Tentara Nasional Afghanistan mengambil alih perang melawan Taliban, namun AS terus memberikan hampir semua dukungan udara.

"Musuh tidak akan memiliki peluang untuk memanfaatkan kerusakan pesawat kami," kata Kolonel Allan Pepin, komandan Satuan Tugas Elang, Brigade Penerbangan Tempur III.

Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013