"Karena yang didapat tidak hanya ikan-ikan besar layak konsumsi namun juga ikan kecil atau anakannya. Ini bisa merusak kelestarian sumber daya perikanan," jelasnya didampingi Kasi Intelair Kompol Irwan.
Banjarmasin (ANTARA) - Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalimantan Selatan melakukan tindakan tegas dengan menangkapi para pencari ikan dengan alat setrum yang jelas-jelas dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

"Yang terbaru, hasil operasi pada Selasa (2/8) kami tangkap dua orang saat mencari ikan dengan alat setrum di Sungai Martapura tepatnya Desa Sungai Jalai, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar," kata Plt Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Kalsel Kompol Budi Prasetyo di Banjarmasin, Kamis.

Kedua tersangka berinisial MH (41) dan SR (42) kini ditahan dengan barang bukti turut disita dua perahu ketinting bermesin serta satu set alat setrum yang digunakan untuk mencari ikan dengan cara sengatan listrik.

Saat dilakukan penindakan, polisi mendapati beberapa jenis ikan yang ditangkap. Antara lain udang, seluang, payau, kelampam, sanggang dan adungan.

Budi mewakili Dirpolairud Polda Kalsel Kombes Pol Takdir Mattanete menjelaskan menangkap ikan dengan alat setrum sangatlah berbahaya karena bisa merusak ekosistem lingkungan perairan.

"Karena yang didapat tidak hanya ikan-ikan besar layak konsumsi namun juga ikan kecil atau anakannya. Ini bisa merusak kelestarian sumber daya perikanan," jelasnya didampingi Kasi Intelair Kompol Irwan.

Kemudian alat setrum juga bisa mengancam jiwa manusia. Karena tak sedikit pencari ikan yang tewas akibat kesetrum termasuk membahayakan warga lainnya di sekitar lokasi pencarian ikan.

Untuk itulah, diharapkan penindakan tegas tersebut memberikan efek jera kepada masyarakat agar tak lagi menggunakan alat setrum namun hanya menggunakan peralatan legal dan ramah lingkungan saat mencari ikan.

Berdasarkan Pasal 84 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang RI No 31 tahun 2004 tentang Perikanan, tersangka dalam kasus ini terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp1,2 miliar.

Pewarta: Firman
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022