Manado, (ANTARA News) - PT Newmont Minahasa Raya (NMR) telah beroperasi sekian tahun dan membuang limbah tailing di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut), tidak memiliki izin. "Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak pernah memberikan izin kepada PT NMR membuang limbah tailing ke Teluk Buyat, "kata Deputi III KLH Bidang Peningkatan Koservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Lingkungan, Dra. Masnellyarti Hilman, MSc, Jumat (3/2) saat bersaksi dalam sidang kasus pencemaran lingkungan di Pengadilan Negeri Manado. Sidang pemeriksaan saksi itu dipimpin Ketua Mejelis Hakim, Ridwan Damanik SH didampingi empat hakim anggota, dihadiri terdakwa Presiden Direktur PT NMR, RBN (warga negara AS), serta para penasehat hukum terdakwa dan para jaksa. Saksi, Masnellyarti mengatakan, Presiden Direktur perusahaan penambangan emas dari Amerika Serikat (AS) itu pernah mengajukan surat permohonan izin membuang limbah taling ke Teluk Buyat, namun belum bisa dikabulkan KLH karena bermasalah. Hasil penelitian KLH bersama Universitas Sam Ratulangi Manado di Teluk Buyat bahwa pada kedalaman 82 meter tidak terdapat thermoklin, tidak seperti digambarkan dalam Amdal PT NMR terdapat thermoklin. Sesuai hasil penelitian menunjukan bahwa thermoklin disekitar teluk tersebut baru bisa ditemukan pada kedalaman sekitar 110 meter, kata Masnellyarti, sambil menambahkan, pada kedalaman itu tidak terdapat machluk hidup. Akibat perusahaan penambangan emas tersebut membuang limbah tailing di teluk itu pada kedalaman 82 meter, sejumlah ikan disekitar teluk itu mengadung arsenik dan merkuri hingga diatas ambang batas. Pada kesempatan itu, Masnellyarti, juga menjelaskan tentang studi Ecological Risk Assessement (ERA) dilakukan PT NMR kurang memenuhi syarat sehingga harus diulang, namun hingga saat ini tidak diselesaikan. Studi ERA patut dilakukan PN NMR karena adanya komplain dari sejumlah masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat bahwa teluk itu diduga terjadi pencemaran akibat buangan limbah tailing. Disamping itu, studi ERA sangat diperlukan bagi proses pembuatan izin usaha atau pembuangan limbah taling ke laut, kata Masnellyarti. Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadikan terdakwa pertama PT NMR dan terdakwa kedua RBN Presiden Direktur PT NMR. Terdakwa pertama maupun terdakwa kedua didakwa melanggar, antara lain Undang Undang No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.(*)

Copyright © ANTARA 2006