Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memvonis warga negara Korea Selatan, Kim Ho Yeon, terdakwa pemalsuan surat PT Agro Enerpia Indonesia dengan hukuman empat bulan penjara.

"Berdasakan fakta persidangan dan keterangan sejumlah saksi dan barang bukti, terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 263 dan 266 KUH-Pidana, untuk itu terdakwa dihukum empat bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Ennid Hasanuddin dalam sidang putusan di PN Jakarta, Senin.

Didampingi anggota majelis hakim, Supradja dan Sapawi, menurut majelis hakim, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu dan mempergunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan 266 KUHP yaitu akta autentik yang dikeluarkan oleh kantor Imigrasi Jakarta.

Vonis majelis hakim itu lebih tinggi dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tamalia Rosa yang dalam persidangan sebelumnya, hanya menuntut dua bulan penjara.

Menanggapi vonis tersebut, kuasa hukum Kim Ho Yeon, Donald Pardosi menyatakan, pihaknya masih pikir-pikir terhadap langkah hukum selanjutnya.

Sementara kuasa hukum pelapor atau korban, Jawalmen Girsang, usai sidang mengatakan, pihaknya justru mempertanyakan jadwal sidang yang tidak sesuai dengan hukum acara pidana tersebut.

"Harus hari ini jadwalnya pembacaan duplik, tetapi tahu-tahu pembacaan vonis," kata Girsang kepada wartawan.

Dia menyatakan sangat kecewa terhadap jadwal sidang terhadap perkara yang ditanganinya, karena sebelumnya perubahan jadwal ini juga terjadi sebelumnya.

"Sebelumnya pengadilan menunda pembacaan vonis usai pembacaan tuntutan JPU, karena terdakwa tiba-tiba mengajukan pledoi yang sebelumnya tidak akan mengajukan," katanya.

Menurut Girsang, kekecewaan tentang jadwal ini terobati karena vonis lebih tinggi dari tuntutan. "Kalau divonis bebas, saya akan protes keras terhadap majelis hakim," katanya.

Dia mengungkapkan, kejanggalan jadwal sidang ini sudah dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), Kejaksaan Tinggi dan Kejakgung.

Kasus pemalsuan surat warga negara Korsel itu bermula dari pemberhentian Direktur Keuangan PT Argo Enerpia Indonesia, Kim Ho Yeon pada 24 Desember 2008 melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).

Menurut Girsang, pemberhentian terdakwa ini sesuai dengan hukum yang berlaku karena RUPS tersebut telah diaktakan dan sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui Dirjen AHU.

Namun, lanjutnya, terdakwa pada 14 Mei 2009 telah melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu dan mempergunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan 266 KUH-Pidana, yaitu akta autentik yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Jakarta.

Menurut pelapor, terdakwa ini mengaku masih menjabat sebagai direktur keuangan PT Agro Enerpia Indonesia.

Atas perbuatannya itu, Direktur Utama PT Argo Enerpia Indonesia, Yoo Ginam, melaporkan ke Polda Metro Jaya.

Selain kasus pemalsuan surat, kata Girsang, pihaknya juga melaporkan dengan kasus lain, yakni penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur pasal 374 KUH-Pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.(*)

(T.J008/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011