KAWASAN PANTAI SELATAN GUNUNGKIDUL DIAMBANG KEHANCURAN Yogyakarta, 18/1 (ANTARA) - Kawasan pantai selatan Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), saat ini kondisinya sudah memprihatinkan bahkan di ambang kehancuran akibat ulah manusia dan faktor alam. "Kondisi pantai tersebut selain rusak akibat abrasi maupun badai, juga hancur karena tindakan nekad penduduk yang mengambil pasir putih, tanaman pandan, terumbu karang, ikan hias dan penyu laut," kata dosen Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, Langgeng Wahyu Santosa SSi MSi di Wonosari, Rabu (18/1). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul termasuk pelestari lingkungan dan masyarakat setempat harus segera mengambil langkah untuk menyelamatkannya. Jika tidak segera di atasi masalah ini akan menimbulkan tingkat kerusakan pantai yang lebih parah lagi. Dosen yang menaruh perhatian mendalam pada bidang `geo-morfologi` ini menambahkan, salah satu cara untuk menyelamatkan pantai dari kerusakan yang lebih parah adalah menghentikan berbagai aktivitas masyarakat yang bisa merusak kawasan pantai, sedangkan untuk abrasi dan badai, ini menyangkut alam sehingga sulit diatasi. Namun kerusakan akibat ulah manusia yang harus dihentikan. Pengambilan terumbu karang, pasir putih, penyu laut ataupun penebangan tanaman pandan secara membabibuta yang hanya untuk kepentingan sesaat, dikawasan pantai Kukup, Krakal, Sundak dan sekitarnya harus dihentikan. "Pencurian pasir putih jika tidak segera dihentikan dikhawatirkan potensi pasirnya akan habis dalam waktu kurang dari 10 tahun," katanya. Sedangkan penebangan tanaman pandan oleh warga setempat seharusnya diikuti dengan peraturan, misalnya, masyarakat diperbolehkan menebang tetapi harus disertai penanaman baru. Tebang satu tanaman kemudian diwajibkan menanam sepuluh pohon pandan. "Usaha pelestarian lingkungan kawasan pantai yang dilakukan warga sekitar Pantai Siung Desa Purwodadi Kecamatan Tepus dinilai sangat baik, penataan dan kelestarian lingkungan pantai sudah mulai tertata baik karena peran aktif masyarakat setempat," kata akademisi ini.(*)

Copyright © ANTARA 2006