Labuan Bajo tidak hanya tentang satwa komodo dan keindahan alamnya, tapi juga kekayaan masyarakatnya yang masih banyak terpendam
Kupang (ANTARA) - Penulis buku "Lejong Ke Labuan Bajo" Ketut Efrata mengatakan buku yang ditulisnya mengungkapkan tentang keindahan alam Labuan Bajo serta menggambarkan kekayaan pada masyarakatnya yang masih terpendam dan belum banyak diketahui publik.

"Labuan Bajo tidak hanya tentang satwa Komodo dan keindahan alamnya, tapi juga kekayaan pada masyarakatnya yang masih banyak terpendam," kata Ketut Efrata kepada ANTARA saat dihubungi di Kupang, Jumat.

Ketut Efrata sendiri adalah seorang penulis buku yang berasal dari Bali. Ia mengatakan bahwa "Lejong" sendiri diambil dari bahasa Manggarai yang kurang lebih artinya "bertamu" atau "jalan-jalan".

Baca juga: Digigit komodo, pemandu wisata alam di Loh Buaya-BTNK jalani pemulihan

Menurut dia, masih banyak orang yang belum mengenal Labuan Bajo. Sebab orang berkunjung ke Labuan Bajo hanya tahu tentang keindahan alam dan budayanya, kemudian juga tahu tentang hewan purba Komodo (Veranus komodoensis).

Namun di balik itu ada hal-hal menarik yang menurut dia patut ia ceritakan dalam buku yang sudah ditulisnya setelah menjalani proses yang panjang.

“Labuan Bajo, dan saya yakin juga NTT secara umum, memiliki kebiasaan yang unik dalam masyarakatnya. Sayang jika tidak mendapat perhatian,” ujar Efrata.

Baca juga: BMKG: Manggarai Barat daerah bercurah hujan sangat tinggi di November

Ia menceritakan dirinya pertama kali ke Labuan Bajo, Manggarai Barat, pada September 2020. Karena ketertarikannya kepada Labuan Bajo, ia kemudian kembali ke kawasan wisata itu pada November 2020 mencari data tambahan untuk bukunya.

Akhirnya pada Desember 2020, dia kemudian mulai menulis buku tersebut, dan dalam waktu kurang lebih empat bulan narasi soal buku itu selesai ditulisnya.

"Yang lama itu lay out dan beberapa hal lainnya," tambah dia.

Baca juga: Pemkab Manggarai Barat terjunkan tim siaga bencana hadapi La Nina

Tata menambahkan buku setebal 253 halaman yang ia tulis juga ingin menyampaikan bahwa banyak hal di Labuan Bajo yang menginspirasi.

Misalnya, pesan toleransi antarumat yang berbeda keyakinan, pesan kemanusiaan yang diceritakan pada kisah anak-anak SD yang tetap semangat belajar meski dengan segala keterbatasan fasilitas belajar.

Ada pula cerita tentang bagaimana gipsi laut alias orang Bajo pada mulanya menghuni Pulau Rinca. Termasuk, bagaimana mereka melakukan perjalanan melintasi lautan selama berjam-jam menggunakan ojek, untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

“Hal-hal seperti itu sungguh menarik,” kata Efrata lagi.

Bagi dia, Labuan Bajo sebagai bagian dari Nusa Tenggara Timur (NTT), masih menyimpan banyak “mutiara” yang masih terpendam dan menunggu untuk dirawat dan dikembangkan.

Baca juga: BMKG ajak masyarakat pahami peta bahaya tsunami di Manggarai Barat

Tata menambahkan agar cerita yang ditulisnya itu dapat dijangkau oleh khalayak luas. Untuk itu, Lejong ke Labuan Bajo tidak hanya tersedia dalam bentuk fisik, tapi juga dalam versi digital yang akan diluncurkan pada acara Bedah Buku, 5 Desember 2021.

Adapun acaranya akan dilaksanakan di Kulidan Kitchen & Space di Gianyar, jam 15.00 Wita.

“Akan disiarkan juga langsung melalui Instagram Live di akun saya @ketutefrata dengan harapan teman-teman di Labuan Bajo juga bisa ikut menyaksikan,” ujar dia.

Baca juga: Tarian Hegong Maumere meriahkan City Tour peserta IAWP di Labuan Bajo

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021