248 kepala keluarga yang sudah berada di sana selama 15 tahun
Bengkulu Utara (ANTARA) - Warga dua desa di Kabupaten Bengkulu Utara menolak penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertambangan batu bara PT Inmas Abadi di sekitar bentang alam Seblat yang menjadi habitat terakhir gajah sumatera di Provinsi Bengkulu.
 
Penolakan disampaikan langsung oleh Kepala Desa Suka Baru Wakidi dan Kepala Desa Suka Maju Mukhlis saat pertemuan penyusunan Amdal di Kantor Camat Marga Sakti Seblat, Sabtu.
 
Salah satu warga Desa Suka Maju, M. Toha menyebutkan bahwa PT Inmas Abadi mengadakan sosialisasi sekaligus membuat berita acara untuk AMDAL namun hal tersebut tidak dikoordinasikan dengan masyarakat sama sekali.
 
"Kita tidak menolak sosialisasi tapi menolak keberadaan PT Inmas Abadi mengeruk Tanah Pekal dan merusak Seblat," kata Toha di Bengkulu, Sabtu.

Baca juga: Genesis Bengkulu minta IUP PT Inmas Abadi dicabut
Baca juga: DPRD Bengkulu minta pemda cabut izin tambang di habitat gajah
 
Ia menambahkan bahwa masyarakat sekitar 99 persen berada di lahan tersebut menolak keberadaan PT Inmas Abadi.
 
Ia menjelaskan bahwa Izin Usaha Perusahaan (IUP) PT Inmas yang diterbitkan oleh Gubernur Bengkulu pada 23 Agustus 2017 menyebutkan jika semua pemukiman yang ada di Air Kuro yang termasuk dalam Desa Suka Maju masuk dalam IUP PT Inmas Abadi.
 
"Dimana dalam desa tersebut berisikan 1.000 jiwa masyarakat yang terdiri dari 248 kepala keluarga yang sudah berada di sana selama 15 tahun," ujarnya.
 
Namun kenyataannya Gubernur Bengkulu tidak mencabut izin IUP bagi PT Inmas abadi dan hanya mengecilkan lahan yang digunakan PT Inmas Abadi dari 5.000 hektare menjadi 4.051 hektare.
 
Dalam areal pertambangan itu juga termasuk Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang merupakan habitat gajah sumatera.
 
"Padahal lahan masyarakat yang digunakan oleh PT Inmas Abadi berdampingan langsung dengan TWA," sebutnya.

Baca juga: Gubernur Bengkulu minta ESDM tinjau izin tambang di habitat gajah
 
Lanjut Toha, dirinya dan masyarakat yang berdampak dengan keberadaan PT Inmas Abadi menolak keras serta meminta pemerintah untuk mencabut izin IUP PT Inmas Abadi.
 
Setelah menyatakan penolakan keberadaan PT Inmas Abadi di Kecamatan Marga Sakti Kabupaten Bengkulu Utara, warga desa langsung membubarkan diri meninggalkan kantor camat.
 
Sebanyak 47 komunitas yang ada di Provinsi Bengkulu meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mencabut izin tambang batubara PT. Inmas Abadi sebab lokasi tambang tersebut masuk ke dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.
 
Permintaan tersebut dilakukan guna menyelamatkan bentang alam Seblat yang diketahui sebagai habitat terakhir gajah sumatera di Provinsi Bengkulu.

Baca juga: AEER: PLTU batu bara ancam gajah dan harimau sumatra
Baca juga: Forum KEE Bengkulu tetapkan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera
 
Salah satu komunitas pemuda Pekal, Joni Iskandar mendesak agar pemerintah daerah (Pemda) mengambil tindakan tegas terkait permasalahan PT. Inmas Abadi agar mereka sampai melakukan aktifitas pertambangan.
 
Sebab tapak rencana aktivitas pertambangan perusahaan tersebut sekitar 788 hektare diantaranya yang masuk ke dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat menjadi habitat gajah sumatera.
 
"Kami meyakini ketika aktivitas pertambangan itu sampai terjadi, bukan hanya mengancam kelestarian kawasan hutan di TWA Seblat saja tetapi juga mengancam badan Sungai Seblat. Padahal sebagian besar masyarakat sekitar masih mengantungkan hidupnya ke sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersih," ujarnya.
 
Sebelumnya Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah juga telah bersurat ke Menteri Energi Sumber Daya Mineral meminta peninjauan kembali izin PT Inmas Abadi terkait kerasnya suara penolakan dari masyarakat dan kekhawatiran mengganggu habitat gajah sumatera. 

Baca juga: Tambang batu bara ancam habitat gajah Sumatera di Bengkulu

Pewarta: Anggi Mayasari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021