Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran dana untuk tersangka Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid (AW) terkait dengan berbagai proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara.

KPK, Jumat, memeriksa 10 saksi untuk tersangka Abdul Wahid dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Polres Hulu Sungai Utara.

"Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan pelaksanaan berbagai proyek pekerjaan di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara yang diduga ada aliran sejumlah dana kepada tersangka AW dan pihak terkait lainnya dalam bentuk "fee" proyek," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: KPK limpahkan berkas 2 terdakwa kasus pengadaan Hulu Sungai Utara

Sepuluh saksi, yaitu Ketua DPRD Hulu Sungai Utara Almien Ashar Safari, Muhammad Rakhmani Nor selaku Kabid Bina Marga, staf Bidang Rehabilitasi/Pemeliharaan Pengairan PUPRP Hulu Sungai Utara/PPTK Bidang Rehabilitasi/Pemeliharaan Pengairan Nofi Yanti, Syaukani selaku sopir bupati, Muhammad Reza Karimi selaku honorer di Humas Setda Hulu Sungai Utara/ajudan Bupati Hulu Sungai Utara.

Amos Silitonga selaku Kabid Cipta Karya, H M Ridha selaku staf Bina Marga/Pokja, Moch Arifil alias Iping selaku PNS/mantan ajudan bupati/Kabag Humas Hulu Sungai Utara/mantan Kasubag Protokol Hulu Sungai Utara, PNS/Kabag Pemerintahan Setda Hulu Sungai Utara Khairussalim, dan Doddy Faisal selaku staf Bina Marga/Pokja.

KPK pada Kamis (18/11) telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Baca juga: KPK tahan Bupati Hulu Sungai Utara

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

KPK menduga pemberian komitmen "fee" yang diterima tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid diduga menerima komitmen "fee" dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Baca juga: KPK duga Bupati Hulu Sungai Utara terima Rp18,9 miliar

Selain itu selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya,

Atas perbuatannya, tersangka Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021