Salah satu upaya untuk mencegah kematian bayi dan balita akibat gizi buruk, termasuk stunting, adalah dengan pemberian ASI eksklusif,
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif untuk mencegah kematian bayi dan anak bawah lima tahun (balita) akibat gizi buruk, termasuk stunting atau tumbuh pendek.

Pemberian ASI eksklusif diyakini sebagai "best practice" yang mempengaruhi status kesehatan dan gizi ibu dan anak balita serta angka kematian yang tinggi.

"Salah satu upaya untuk mencegah kematian bayi dan balita akibat gizi buruk, termasuk stunting, adalah dengan pemberian ASI eksklusif,” ujar Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN M Rizal. M. Damanik mewakili Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kepala BKKBN tegaskan kehamilan harus terencana untuk hindari tengkes

Damanik dalam acara Global Family Forum on Best Practices In Reproductive Health And Stunting Reduction” secara hybrid pada Selasa (16/11), mengatakan dalam beberapa tahun terakhir negara-negara berkembang menghadapi banyak tantangan yang mempengaruhi status kesehatan dan gizi ibu dan anak balita serta angka kematian yang tinggi.

Angka kematian tersebut terkait angka kematian ibu akibat melahirkan (MMR), angka kematian bayi (AKB), dan jumlah kematian anak berumur di bawah lima tahun per 1.000 balita dalam satu tahun (U5MR).

Damanik mengatakan banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pemberian ASI eksklusif secara signifikan dapat mencegah stunting.

Anak yang tidak diberikan ASI eksklusif tiga kali lebih berisiko stunting dibandingkan yang ASI eksklusif. Namun sayangnya masih banyak hambatan yang ditemui para ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya sehingga menurunnya produksi ASI pada Ibu.

Damanik sendiri telah melakukan penelitian atas penggunaan tumbuhan herbal lokal Indonesia yang terbukti menstimulasi ASI yaitu penggunaan daun torbangun yang kaya akan vitamin C dan juga bisa sebagai peningkat imun tubuh.

Baca juga: ASI dapat bantu putuskan rantai kemiskinan dalam masyarakat

Selain itu, BKKBN juga menambahkan setidaknya ada tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs) yang harus dipenuhi terkait masalah kesehatan reproduksi dan stunting pada tahun 2030 yaitu, SDGs nomor 2.2 untuk mengakhiri segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pencapaian target stunting pada anak di bawah lima tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja putri, ibu hamil dan menyusui.

Kemudian SDGs nomor 3.2 untuk mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan anak di bawah usia lima tahun, dengan semua negara bertujuan untuk mengurangi kematian neonatal menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup, dan kematian balita menjadi 25 per 1.000 kelahiran hidup.

Lalu, SDGs nomor 5.6 untuk memastikan akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak reproduksi sebagaimana disepakati sesuai dengan ICPD 1994 dan 1995 "Beijing Platform for Action."

Baca juga: Menko PMK khawatirkan angka kematian ibu dan bayi semakin meningkat

Sementara itu, Executive Director of Philippines Population Commission Juan Antonio Perez III juga memaparkan beberapa kerjasama Indonesia dengan Filipina antara lain kuliah umum tentang Keluarga Berencana dalam konteks Islami dan strategi advokasi yang diikuti oleh para pemuka agama di Filipina, berbagi pengalaman tentang kesehatan reproduksi remaja dengan peserta para pemimpin muda Indonesia dan pelaksana program, berbagi pengalaman tentang program-program keluarga berencana pada masa desentralisasi di Filipina untuk para pelaksana program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, dan kegiatan lainnya.

Adapun kegiatan tersebut diikuti sebanyak 17 Duta Besar untuk Indonesia yaitu Tunisia, Mozambique, Japan, Netherland, Canada, Finland, Philippine, Denmark, Côte d’Ivoire, Fiji, Gambia, Iceland, Liberia, Lebanon, Panama, Romania, Trinidad & Tobago serta Duta Besar Indonesia untuk 17 negara tersebut menghadiri acara ini baik luring maupun daring melalui aplikasi zoom meeting.

Acara “Global Family Forum on Best Practices In Reproductive Health And Stunting Reduction” juga dibuka oleh Regional Director UNFPA Asia Pacific Regional Office Bjorn Andersson,UNFPA Representative to Indonesia Anjali Sen, dan Director for Socio-Cultural Affairs and International Organization of Developing Countries, Ministry of Foreign Affairs Indonesia Penny Dewi Herasati.

Selain itu, The President of Republic Seychelles to ASEAN Niko Barito juga memberikan paparan tentang “Sharing on Healthy Environment, Prosperous Famiiles”.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021