angka stunting kita harus sudah di bawah 14 persen
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyarankan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) supaya menyentuh para mahasiswa terlebih dahulu untuk dapat mencegah stunting (kekerdilan) pada anak.

“Dalam kerja sama ini maka yang pertama harus disentuh adalah bukan mereka penduduk atau masyarakat yang sudah berpasangan, tetapi para mahasiswa dan mahasiswi yang berada di perguruan tinggi yang nanti pada akhirnya, juga menuju ke arah jenjang pernikahan itu,” kata Muhadjir dalam Simposium Nasional Praktik Baik Percepatan Penurunan Stunting Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Muhadjir menjelaskan, langkah tersebut perlu diambil karena banyak sekali kasus terkait stunting dimulai dari ketidakpahaman pasangan usia subur (PUS) yang belum cukup memahami pentingnya menjalani hidup dengan sehat.

Ia mengatakan, banyak remaja khususnya pada remaja putri melakukan diet yang berlebihan dan tidak rasional.

Diet berlebihan yang dilakukan tersebut, kemudian memberikan gangguan pada perkembangan janin di dalam rahim remaja putri, sehingga berimplikasi terhadap munculnya kelahiran bayi dalam kondisi stunting.

Baca juga: Pemkot Jaksel gelar "gerebek" stunting atasi masalah gizi anak

Baca juga: BKKBN: Perguruan tinggi punya peran strategis bantu atasi stunting

​​Ia juga mengatakan hal tersebut juga perlu mendapat perhatian lebih, karena stunting bukan muncul dari kasus yang tunggal saja, tetapi dari kasus yang sangat bervariasi juga sangat berpengaruh seperti akibat jarak kelahiran antar bayi dan kebudayaan di masing-masing tempat.

Menurut Muhadjir, kerja sama yang dilakukan BKKBN dengan perguruan tinggi memang sudah tepat karena dapat melakukan penyadaran dan pendidikan kepada para mahasiswa.

Selain itu, kerja sama tersebut juga dapat dilakukan sebagai pengabdian pada masyarakat untuk memberikan pengarahan dan bantuan sekaligus penyesuaian masalah stunting pada masyarakat. Namun, kegiatan yang dilakukan di lapangan perlu lebih dikembangkan.

“Justru yang lebih penting adalah bagaimana aksi di lapangan harus kita kejar. Di mana kantung- kantung stunting terjadi dan kemudian kita selesaikan satu demi satu dengan cara digali, dikembangkan sesuai dengan pertemuan berbasis riset yang ada di perguruan tinggi masing-masing,” kata dia.

Baca juga: BKKBN: Stunting tidak hanya soal kelaparan tapi kematian ibu dan bayi

Baca juga: KSP: Uji coba aplikasi Elsimil di Binjai cegah stunting dari hulu

Dalam kesempatan itu, dia juga menyarankan supaya tidak perlu melakukan penyeragaman dalam penanganan stunting oleh para perguruan tinggi. Sebab melalui keanekaragaman tersebut, riset-riset untuk penanganan teknokratik yang dilakukan oleh BKKBN akan lebih berkembang.

Muhadjir berharap melalui kerja sama antar kedua pihak tersebut, target percepatan penurunan stunting dapat tercapai karena pendekatan yang dilakukan akan lebih sistematis, terukur dan mampu menemukan banyak cara untuk mengatasi permasalahan tersebut.

“Mudah mudahan sesuai dengan target Bapak Presiden tahun 2024, angka stunting kita harus sudah di bawah 14 persen. Bisa terpenuhi berkat kerja sama yang kompak antara lain dengan perguruan tinggi,” ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting dengan menunjuk BKKBN sebagai ketua pelaksana untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Dalam peraturan itu, pemerintah juga telah menetapkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia diharapkan dapat menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: Gerakan melawan stunting dalam 2 tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021