Jakarta (ANTARA) - Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah menyebutkan kain batik yang telah menjadi warisan budaya bangsa perlu dikenalkan pada anak sejak anak berusia dini.

“Dalam pengenalan batik dari tingkat sekolah PAUD barangkali, sampai di SMA itu bisa dalam proses pembelajarannya mengkaitkan batik sebagai budaya nasional,” kata Itje saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Itje menjelaskan, bila hanya memberikan materi atau kurikulum pada anak di sekolah, hal tersebut belum cukup dan terlalu sederhana untuk membuat anak merasa bangga pada budaya batik.

Keluarga dan pihak sekolah, kata dia, jangan hanya memperkenalkan batik pada anak melalui pemakaian baju batik saja, tetapi orang tua dan guru perlu memahami dan memiliki pengetahuan untuk memberikan pemahaman bahwa batik tidak sama dengan bahan-bahan dekorasi lainnya.

Baca juga: Batik Masuk Kurikulum Sekolah di Solo
Baca juga: Kemlu RI akan masukkan batik dalam kurikulum pendidikan diplomat


Ia menjelaskan, pemahaman soal batik itu, perlu ditanamkan pada anak bahwa batik memiliki value (nilai), budaya, sejarah dan cerita di balik setiap motif dan simbol yang terdapat pada kain batik.

Lebih lanjut Itje mengatakan, pemahaman soal batik dapat dilakukan dengan memanfaatkan Profil Pelajar Pancasila yang kini telah diusung oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan, Riset dan Teknologi RI (Kemendikbudristek) di setiap sekolah dan perguruan tinggi.

“Apalagi sekarang dengan digarapnya Profil Pelajar Pancasila, di situ ada salah satu dimensinya kebhinekaan global,” kata dia.

Menurut Itje, melalui dimensi kebhinekaan global itulah anak-anak bangsa dapat terbiasa dengan budayanya yang kemudian akan menimbulkan rasa bangga, sehingga mampu membawa kebanggaan tersebut sampai pada komunitas global.

“Anak-anak Indonesia yang terbiasa dengan budayanya sendiri, kemudian (batik) akan dibawa menjadi bagian dari pada kebanggaan kepada komunitas yang lebih luas yaitu komunitas global,” kata dia.

Baca juga: Kemendikbud: Kita harus bangga batik mampu tunjukkan identitas bangsa
Baca juga: Jepang kian sukai batik Indonesia


Secara terpisah, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan budaya mengenai batik perlu dimasukkan ke dalam pelajaran yang didapatkan anak di sekolah.

“Yang masih kurang itu sebenarnya pemahaman mengenai arti dan makna simbol-simbol dalam corak-corak batik tersebut. Kalau misalkan ini bisa diajarkan kembali di sekolah-sekolah tentunya juga kepada masyarakat umum, itu akan sangat menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang sangat baik,” kata Hilmar.

Dia menjelaskan, hal tersebut perlu dilakukan setidaknya agar anak-anak di daerah itu mengenali lambang dan makna dari batik yang menjadi khas daerahnya.

Bila batik diterapkan dalam pelajaran yang ada di sekolah, batik akan menjadi sebuah informasi umum yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat dalam setiap kesempatan yang berbeda sesuai dengan makna dibaliknya.

“Jadi ada daerah-daerah dengan motif tertentu yang punya lambang-lambang tertentu, setidaknya anak-anak di wilayah tersebut tahu. Ini menjadi pengetahuan yang umum, misalnya seperti batik apa yang bisa digunakan untuk pernikahan dan macam-macam,” ucap dia.

Baca juga: Kain batik Indonesia pikat warga Afrika Selatan
Baca juga: DWP KBRI Tokyo promosikan batik indigo Indonesia di Jepang
Baca juga: Ketika kain tradisional jadi koleksi kekinian

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021