Jakarta (ANTARA) - Pandemi telah menyita perhatian semua, sehingga sejumlah persoalan lain menjadi prioritas di belakang penanganan pandemi COVID-19.

Hal itu tampak wajar mengingat belum ada satu formulapun di dunia ini yang secara ampuh diakui sebagai solusi bagi masalah pandemi, selain penerapan 5M, 3T, dan vaksinasi. Namun ketiga formulasi itupun masih terus dikembangkan hingga saat ini.

Padahal ada ancaman lain dari kasus-kasus yang sebelum pandemi merupakan fokus masalah bersama, di antaranya soal stunting dan gizi buruk yang benar-benar diyakini mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Terlebih dalam dua tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, sebagian besar di antaranya tersedot perhatiannya untuk hal ihwal penanganan pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, sejak awal tahun ini Presiden Joko Widodo telah secara khusus menerapkan dua strategi untuk menurunkan angka stunting (kekerdilan) di Indonesia menjadi 14 persen pada 2024.

Pertama, Presiden Jokowi sudah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai ketua pelaksanaan penanganan penurunan angka stunting.

Strategi kedua, pemerintah akan fokus pada program penurunan stunting di sepuluh provinsi yang memiliki tingkat prevalensi tertinggi di Indonesia.

Ke-10 provinsi tersebut mencakup Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat (Sulbar), Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sulawesi Tengah (Sulteng).

Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1.000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya. Namun harus diingat bahwa stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting.


Tetap serius

Di Indonesia, persoalan stunting tetap menjadi prioritas penting untuk diselesaikan, karena dianggap berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.

Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada Tahun 2019.

Walaupun angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.

Data Bank Dunia atau World Bank menunjukkan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54 persen. Ini artinya bahwa sebanyak 54 persen angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting. Maka inilah yang membuat persoalan stunting menjadi perhatian serius pemerintah.

Dalam dua tahun terakhir, pemerintah memang fokus dalam upaya penanganan pandemi COVID-19, meskipun begitu, penurunan stunting di Indonesia saat ini tetap ditangani secara serius oleh pemerintah.

Hal itu untuk menindaklanjuti keberhasilan penanganan pada periode sebelumnya, dimana angka stunting berhasil diturunkan menjadi 27,67 persen pada 2019. Sebelumnya, angka stunting di 2016 mencapai 37 persen.

Banyak yang meyakini bahwa penurunan stunting di Tanah Air akan berhasil bila semua pihak, termasuk pemerintah pusat, swasta, dan kepala daerah hingga level terendah, terus mendukung program itu.

Di sisi lain pemerintah pusat harus terus mengajak para gubernur, bupati dan wali kota, serta kepala desa di 10 provinsi tersebut untuk berkonsentrasi dan fokus dalam upaya menurunkan angka stunting. Sebab, hal ini merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab bersama.

Pemerintah memang memiliki strategi baru untuk mencapai target stunting yang ditargetkan Presiden Jokowi, yakni harus mencapai penurunan angka 2,5 persen per tahun.

Adapun caranya dengan pemutakhiran data stunting, dimana metode tersebut menjadi hal yang penting untuk memulai program penurunan stunting agar mencapai target pada 2024.

Di samping itu, keterlibatan banyak pihak lain juga menjadi kunci bagi suksesnya program penurunan stunting di Tanah Air.

Bahkan, misalnya swasta dan partai politik dengan basis massa yang kuat di pelosok daerah perlu untuk dilibatkan dalam upaya menurunkan kasus stunting di daerah-daerah seiring dengan pelaksanaan vaksinasi masif untuk menurunkan kasus COVID-19.


Pentingnya kolaborasi

Sejumlah pihak dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan komitmennya untuk berkolaborasi bersama pemerintah memberantas kasus-kasus stunting seiring vaksinasi COVID-19.

Di sejumlah daerah kolaborasi serupa itu telah dilakukan, misalnya saja di Garut, Jawa Barat, yang melibatkan pihak kepolisian hingga partai politik untuk turut serta terlibat.

Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono, S.I.K, mengatakan pihaknya berkolaborasi dengan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut, Pemerintah Kecamatan Garut Kota dan HaloPuan mengadakan vaksinasi bagi 3.000 warga dari empat kelurahan di Kecamatan Garut Kota, sekaligus meluncurkan Gerakan Melawan Stunting.

Gerakan itu berfokus pada Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, yang memiliki prevalensi stunting di atas rata-rata nasional, yakni 22,03 persen.

Anggota DPRD Garut Yudha Puja Turnawan mengatakan pihaknya melihat penanganan stunting tak boleh diabaikan dan harus tetap dijadikan prioritas seiring upaya mengatasi pandemi COVID-19.

Ketua DPC PDI-P Garut itu meyakini bahwa hanya dengan kolaborasi yang baik dengan berbagai pihak, persoalan stunting di tengah pandemi bisa teratasi dengan optimal.

Kegiatan yang melibatkan kolaborasi HaloPuan dan dinas kesehatan setempat itu menyosialisasikan dampak buruk stunting bagi anak sejak 1.000 hari pertama kehidupan, termasuk periode kehamilan.

Pada kesempatan itu juga disarankan kepada masyarakat untuk mengonsumsi daun kelor, sebagai tanaman super dengan gizi tinggi yang mudah didapatkan di Tanah Air, sebagai alternatif makanan tambahan bergizi karena kandungannya yang kaya mikronutrisi.

Masyarakat di wilayah itu diberi paket bubuk daun kelor untuk sekitar 150 balita dan ibu hamil warga Kelurahan Sukamentri.

Pelaksanaan dan pengawasannya juga akan melihatkan HaloPuan yang akan memonitor pemberian atau intervensi bubuk daun kelor bagi peningkatan kesehatan dan keseimbangan gizi bayi dan ibu hamil.

Dari berbagai upaya itu diharapkan angka stunting dapat diturunkan dengan program kolaborasi serupa direplikasikan di daerah-daerah rawan gizi buruk yang lain di Tanah Air.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021