Jakarta (ANTARA) - Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyarankan Polri untuk menggunakan bantuan "scientific crime investigation" (SCI) dalam mencari bukti baru kasus rudapaksa tiga anak di bawah umur yang terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

"Dalam melihat kasus Luwu Timur ini, memang penting bagi penyidik untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah dan mencari alat bukti dengan bantuan 'scientific crime investigation' (SCI)," kata Poengky saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut Poengky, ada beberapa kasus kriminal serupa (rudapaksa) berhasil diungkap dan dijatuhi hukuman pidana meski kejadian sudah hitungan tahunan.

Poengky memberikan artikel berita tahun 2019, di mana Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 20 tahun kepada bapak tiri yang telah melakukan rudapaksa terhadap anak tirinya sejak usia 12 tahun.

Baca juga: Kompolnas: Masyarakat perlu dukung Polri selesaikan kasus Luwu Timur

"Kasus di atas itu bisa jadi contoh bahwa penyidik dengan bantuan 'scientific crime investigation' bisa mengungkap kasus perkosaan yang kejadiannya sudah lama sekali, dengan menggunakan tes DNA," ujar Poengky.

Selain itu, dalam menuntaskan kasus yang tengah viral ini, kata Poengky, penting bagi Polri untuk menjelaskan kepada publik secara transparan tentang proses yang dilakukan saat penyelidikan dan penyidikan dengan tetap menghormati privasi korban.

SCI atau penyidikan berbasis ilmiah adalah satu metode pendekatan penyidikan dengan mengedepankan berbagai disiplin ilmu, katanya.

Terkait pencarian alat bukti dengan bantuan SCI, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono yang dikonfirmasi secara terpisah mengatakan dalam kasus rudapaksa untuk pengungkapannya melalui cara-cara yang ilmiah.

Baca juga: Pengamat ingatkan Polri proaktif cari bukti baru kasus Luwu Timur

"Tentunya di sini melibatkan dokter yang memahami tentang masalah-masalah seperti ini. Hal ini bagaimana penyelidikan itu dilakukan secara ilmiah," kata Rusdi.

Seperti diketahui kasus rudapaksa tiga anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya di Luwu Timur viral di media sosial hingga memunculkan gerakan publik untuk membuka kembali kasus yang sudah dua tahun dihentikan.

Polri mengklaim penghentian penyelidikan kasus tersebut sudah sesuai prosedur berdasarkan hasil gelar perkara bahwa tidak ditemukan bukti adanya tindak pidana rudapaksa.

Menindaklanjuti dorongan masyarakat untuk membuka kembali kasus ini, Polri menyatakan kasus dapat dibuka kembali apabila dalam perjalanan ditemukan bukti baru.

Baca juga: Terlapor klarifikasi terkait tuduhan mencabuli anaknya di Luwu Timur

Saat ini Polri melalui Bareskrim Polri telah menurunkan Tim Asistensi ke Polda Sulawesi Selatan untuk memberikan pendampingan Polres Luwu Timur guna menuntaskan perkara tersebut. Selain itu, melakukan audit langkah kepolisian yang telah dilakukan penyidik di dalam menangani kasus tersebut dan memberikan asistensi kepada penyidik apabila penyelidikan kasus tersebut didapat alat bukti baru.

"Tentunya Polri dan penyidik akan melakukan penyelidikan kembali terhadap kasus ini, tentunya secara profesional, transparan dan akuntabel," kata Rusdi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021