pastikan lingkungan kita siap untuk menerima dan mengalirkan air
Jakarta (ANTARA) - Widia Fuijianti, atlet panjat tebing peraih emas di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua mengaku tak terbiasa dengan cuaca di lokasi pertandingan di Mimika yang terkadang panas dan hujan dalam sehari.
 

Hal ini berbeda saat dia berlatih di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Dia mengaku arena panjat tebing SP2 Mimika sering turun hujan ketika pertandingan berlangsung.
 

Cuaca ekstrem menjadi salah satu kendala yang dialami kebanyakan atlet panjat tebing, terutama di Provinsi Papua.
 

"Jadi harus benar-benar jaga kondisi tubuh agar selalu sehat," ujar dia. Apalagi pertandingan berjalan di tengah masa pandemi.

Kondisi kelembapan yang tinggi dan hujan menjadi tantangan besar para atlet, khususnya panjat tebing. Namun hal tersebut merupakan hal yang dirasa wajar dan umum dirasakan.


Provinsi Papua, tempat penyelenggaraan PON XX termasuk salah satu wilayah yang terkena dampak tidak langsung Siklon Tropis 92W yang berada di wilayah perairan Filipina, dengan kondisi atmosfer yang cukup basah selama sepekan ini.

Baca juga: Empat orang meninggal akibat banjir bandang-longsor di Luwu
Baca juga: Banjir di Kapuas Hulu rendam daerah pesisir Sungai Kapuas

 

Bibit Siklon Tropis 92W
 

BMKG melalui Jakarta Tropical Cyclone Warning Center memantau bibit siklon tropis 92W yang tumbuh di sekitar perairan Filipina pada Senin, yang dapat berdampak tidak langsung pada cuaca di Indonesia.
 

"Dalam 24 jam ke depan bibit siklon 92W dapat berdampak tidak langsung terhadap potensi hujan sedang hingga lebat di wilayah Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) A. Fachri Radjab dalam keterangan tertulisnya.
 

Bibit siklon tropis itu tumbuh di sekitar perairan Filipina, tepatnya di 10.1 Lintang Utara, 125.1 Bujur Timur.
 

Selain hujan, dampak tidak langsung yang berpotensi terjadi, yaitu gelombang laut dengan ketinggian 2,5-4 meter di Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik utara Halmahera.
 

Gelombang dengan ketinggian 1,25-2,5 meter dapat terjadi di Laut Natuna Utara, Perairan Kepulauan Natuna, Perairan Kalimantan Utara, Selat Makassar, Perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, Perairan Bitung-Kepulauan Sitaro, perairan utara dan selatan Sulawesi Utara, Laut Maluku, Perairan Kepulauan Halmahera, Laut Halmahera, dan Samudra Pasifik utara Papua Barat hingga Papua.
 

Fachri menjelaskan bibit siklon tumbuh dengan kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya mencapai 20 knots (37 km/jam) dan tekanan udara di pusatnya mencapai 1005 hPa.
 

Bibit Siklon 92W bergerak ke arah barat dan diperkirakan akan meningkat intensitasnya setelah melewati daratan Filipina memasuki wilayah perairan Laut Cina Selatan.
 

Sebagai dampak dari kondisi atmosfer yang cukup basah dan tingkat konvektivitas yang tinggi, potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat atau angin kencang dalam periode 5-11 Oktober 2021 dapat terjadi di Aceh, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Baca juga: Banjir rendam pemukiman warga Mamuju
Baca juga: 237 rumah terdampak bencana alam di Kabupaten Luwu

 

Bencana hidrometeorologi
 

Sementara itu, BMKG meminta masyarakat mengantisipasi bencana hidrometeorologi dampak tidak langsung adanya bibit Siklon Tropis 92W di perairan Filipina.
 

"Kewaspadaan yang perlu dilakukan adalah antisipasi terhadap dampak dari hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, yaitu dampak bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang dan longsor," ujar Kepala Pusat Meteorologi Publik (BMKG) A. Fachri Radjab.
 

Fachri mengatakan bibit Sikon Tropis 92W memberikan dampak tidak langsung berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di sejumlah provinsi yaitu Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara.
 

"Pantau terus informasi cuaca dari BMKG dan pastikan lingkungan kita siap untuk menerima dan mengalirkan air," ujar Fachri.
 

Bencana hidrometeorologi baru-baru ini terjadi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat akibat hujan deras yang mengguyur selama tiga jam.
 

Banjir telah beberapa kali merendam pemukiman di daerah tersebut akibat hujan dengan intensitas lebat.
 

Selain itu, banjir besar sempat merendam rumah warga di sepuluh kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
 

Banjir besar di 10 kecamatan wilayah Kapuas Hulu terjadi sejak 2-3 Oktober 2021 yang mengakibatkan aktivitas warga sempat lumpuh, akses transportasi terputus, bahkan permukiman penduduk dan fasilitas umum terendam banjir, listrik sempat tidak menyala.
 

Terakhir, empat orang ditemukan meninggal dunia akibat banjir bandang dan longsor di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada Minggu (3/10) sore,
 

Tingginya curah hujan di Kabupaten Luwu mengakibatkan banjir dan longsor di beberapa kecamatan di Luwu, seperti Kecamatan Walenrang Barat, Walenrang Utara, Walenrang Timur, Lamasi Timur, dan Lamasi.
 

Badan Penanggulangan bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan mencatat satu rumah tertimbun akibat longsor yang diketahui merupakan rumah kepala desa Ilan Batu, 100 KK (Kepala Keluarga) terisolasi, sedangkan di Desa Ilan Batu Uru terdapat 40 KK terisolasi, dan Desa Lempe 25 KK terisolasi.

Baca juga: BMKG minta masyarakat antisipasi dampak buruk bibit Siklon Tropis 92W
Baca juga: Bibit siklon tropis tumbuh di perairan Filipina berdampak ke Indonesia


  Cuaca ekstrem
 

Sementara itu, BMKG pun telah meminta seluruh masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem saat memasuki masa peralihan (pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
 

“Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan disertai petir dan angin kencang serta hujan es,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
 

Dwikorita mengatakan arah angin bertiup sangat bervariasi, sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa berubah secara tiba-tiba dari panas ke hujan atau sebaliknya.
 

Namun secara umum, cuaca cerah akan terjadi di pagi hari diikuti tumbuhnya awan pada siang hari dan berakhir dengan hujan yang terjadi pada sore atau malam hari.
 

Disebutkan bila awan Cumulonimbus (CB) akan tumbuh saat pagi menjelang siang membentuk seperti bunga kol yang memiliki warna ke abu-abuan dengan tepian yang jelas. Tetapi menjelang sore hari, awan itu berubah menjadi gelap yang dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.
 

Dwikorita mengatakan curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal didaerah perbukitan yang rawan longsor.
 

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan tanda-tanda terjadinya cuaca ekstrem dapat mulai dirasakan masyarakat yang berada di wilayah Jabodetabek.
 

Ia memberikan contoh telah terjadi hujan es yang disertai angin kencang terjadi di sekitar kota Depok dan menyebabkan pohon tumbang serta menimbulkan beberapa kerusakan lainnya pada Selasa (21/9).
 

“Kondisi dinamika atmosfer skala lokal yang tidak stabil dengan konektivitas yang cukup tinggi serta didukung dengan adanya kondisi dinamika atmosfer skala regional yang cukup aktif berkontribusi pada pembentukan awan hujan, menjadi faktor pemicu potensi cuaca ekstrem tersebut,” kata Guswanto.
 

Berdasarkan analisis citra satelit, cuaca ekstrem tersebut terjadi karena adanya pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat aktif terbentuk di sekitar wilayah Jabodetabek mulai siang hari hingga menjelang sore dan menyebabkan hujan dengan kategori sangat lebat.
 

Lebih lanjut dia mengatakan, cuaca ekstrem juga disebabkan oleh fenomena gelombang atmosfer yang teridentifikasi aktif di sekitar wilayah Indonesia termasuk di wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
 

Fenomena gelombang atmosfer itu adalah Madden Jullian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby Ekuatorial yang aktif di sekitar wilayah tengah dan timur Indonesia serta gelombang Kelvin yang aktif terjadi di sekitar wilayah Jawa dan Kalimantan.
 

Guswanto menuturkan bahwa MJO, gelombang Rossby Ekuatorial dan gelombang Kelvin adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.
 

Ia menegaskan selama sepekan ke depan, hampir sebagian wilayah Indonesia akan berpotensi diguyur hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang. Daerah-daerah tersebut yaitu Riau, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
 

Daerah selanjutnya yang akan mengalami hal serupa adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.
 

Kepada seluruh masyarakat untuk mewaspadai cuaca ekstrem selama musim pancaroba untuk menghindari risiko korban jiwa akibat cuaca ekstrem.
 

Bagi pengendara lebih baik menepi dulu untuk menghindari risiko pohon atau baliho tumbang. Bagi para nelayan juga waspada gelombang tinggi, jangan memaksakan melaut jika cuaca sedang buruk. Masyarakat diharapkan selalu memperbarui terus informasi melalui InfoBMKG untuk mengetahui prakiraan cuaca di seluruh wilayah Indonesia.

Baca juga: Banjir Bolaang Mongondow Selatan dipengaruhi siklon tropis
Baca juga: Dua siklon tropis terbentuk bersamaan berdampak pada cuaca Indonesia
Baca juga: Siklon Tropis Chantu-Conson beri dampak tak langsung cuaca Indonesia



 

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021