upaya pembenahan dari hulu hingga hilir perlu diintensifkan agar industrinya bisa bergairah kembali
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin saat memimpin Rapat Pleno Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Jakarta, Rabu (25/8), menyatakan saat ini pemerintah fokus berupaya mengatasi kemiskinan ekstrem.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi itu dialami oleh empat persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 10,86 juta jiwa.

Adapun hasil yang ditargetkan dari upaya ini, menurut Wapres, adalah tingkat kemiskinan ekstrem yang mencapai nol persen pada 2024.

Dalam pernyataan yang dikutip dari laman https://www.wapresri.go.id/, Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi menjelaskan bahwa program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem ini sebenarnya untuk menyasar penduduk miskin ekstrem di 25 provinsi dan 212 kabupaten/kota di Indonesia.

Namun, Presiden Joko Widodo meminta Wapres Ma'ruf Amin dan para menteri untuk fokus di tujuh provinsi terlebih dahulu, yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Ia mengatakan kemiskinan ekstrem itu sebenarnya ada di 25 provinsi dan berada di 212 kabupaten/kota, akan tetapi arahan dari Presiden --karena yang bertanggung jawab mengoordinasi hal ini adalah Wapres-- meminta kepada Wapres dan menteri-menteri untuk fokus di tujuh provinsi tersebut dahulu.

Baca juga: RI raih potensi transaksi 500 ribu dolar AS di pameran teh AS

Mengenai alasan dipilihnya tujuh provinsi tersebut didasari keterbatasan dana dan ketujuh provinsi tersebut, yang dinilai memiliki tingkat kemiskinan ekstrem secara signifikan.

Peran teh

Berkaitan dengan upaya pemerintah mengurangi kemiskinan ekstrem di Tanah Air, ternyata salah satu komoditas pertanian, dari bidang perkebunan, yakni teh mempunyai peran penting untuk itu.

Bahkan, pernyataan itu disampaikan oleh Badan Pangan Dunia (FAO).

FAO menyebutkan sektor teh terus memainkan peran dalam "mengurangi kemiskinan ekstrem", memerangi kelaparan, dan menjaga sumber daya alam.

Oleh karena itu, menurut National Communication Adviser FAO Indonesia Siska Widyawati, karena strategisnya, maka Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan bahwa 21 Mei sebagai Hari Teh Internasional.

Sejumlah fakta menarik tentang teh yang disampaikan FAO adalah teh saat ini ditanam di lebih dari 35 negara dan mendukung lebih dari 13 juta orang, termasuk petani kecil dan rumah tangga mereka, yang bergantung pada sektor teh untuk mata pencaharian.

Petani kecil bertanggung jawab atas 60 persen produksi teh dunia.

Teh mendukung mata pencaharian bagi sembilan juta petani kecil di empat negara penghasil utama, yakni China, India, Kenya, dan Sri Lanka.

Produksi dan perdagangan teh berkontribusi terhadap mata pencaharian, pendapatan ekspor, keamanan pangan, dan pendapatan di banyak bagian dunia, terutama di beberapa daerah perdesaan termiskin.

Produksi dan pemrosesan teh adalah sumber mata pencaharian utama bagi jutaan keluarga, terutama di negara-negara berkembang.

Disebutkan pula bahwa pendapatan ekspor teh membantu membiayai tagihan impor makanan, mendukung ekonomi negara-negara penghasil teh utama.

Luas

Berpijak pada kondisi tersebut, Indonesia juga memiliki perkebunan teh luas dari Perkebunan Besar Negara (PBN) atau PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Perkebunan Besar Swasta/PBS, dan Perkebunan Rakyat (PR).

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim (https://kemenperin.go.id) menyebutkan teh sebagai salah satu komoditas potensial nasional perlu mendapatkan perhatian lebih dari berbagai pemangku kepentingan.

Baca juga: Pemprov Kalsel dukung teh daun kelor menjadi komoditas ekspor

Oleh karena itu, upaya pembenahan dari hulu hingga hilir perlu diintensifkan agar industrinya bisa bergairah kembali dan menjadi komoditas unggulan penghasil devisa.

Dirjen Perkebunan Kementan Kasdi Subagyo menunjukkan data bahwa produksi teh di dalam negeri sepanjang 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pada 2018.

Sepanjang 2019, jumlah produksi teh di dalam negeri mencapai 137.902 ton atau lebih rendah 1,74 persen dibandingkan dengan produksi sepanjang 2018 yang mencapai 140.236 ton.

Seluruh produksi, baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, maupun perkebunan besar swasta juga menunjukkan penurunan sepanjang 2019.

Penurunan terbesar terjadi pada kelompok perkebunan besar swasta yang mencapai 2,54 persen menjadi 34.560 ton.

Meski demikian, untuk mendongkrak lagi kinerja, menurut dia, Indonesia memiliki teh berkualitas tidak kalah dengan China, hanya memang mesti ada manajemen seperti korporasi petani supaya berdaya saing dan meningkatkan daya saing.

Untuk itu, dalam upaya menaikkan posisi nilai tawar petani, pihaknya akan berupaya menyatukan para petani teh agar dapat berkorporasi dengan mitra, baik swasta maupun BUMN.

Seperti halnya yang sudah terjadi di kopi, komoditas teh akan ditingkatkan, baik dari sisi daya tariknya, nilai tambahnya, maupun daya saingnya.

Pun hal itu juga disepakati oleh Dirjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim, yakni konsepnya Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) yang mengorganisasikan teh rakyat dalam sebuah institusi bisnis formal, untuk bermitra dengan PBS atau PBN.

Selain itu, perlu diberikan fasilitas untuk menembus pasar ekspor, seperti pameran di dalam dan luar negeri, di mana saat ini pemerintah menyiapkan sejumlah langkah terkait dengan industri teh di dalam negeri, antara lain gerakan konsumsi teh nasional dan insentif fiskal lainnya yang dapat menggairahkan industri ini, terutama di paling hulu.

Pada akhirnya, dengan upaya simultan tersebut, maka mewujudkan teh berkontribusi pada upaya mengurangi kemiskinan ekstrem adalah nyata adanya.

Baca juga: Pemerintah selesaikan kemiskinan ekstrem tujuh provinsi pada 2021
Baca juga: Wapres: Bukan hal mudah tekan kemiskinan ekstrem hingga nol persen
Baca juga: Jawa Barat ekspor 20 ton teh ke Uni Emirat Arab senilai Rp614 juta

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021