Tunis (ANTARA) - Partai terbesar di parlemen Tunisia pada Selasa (24/8) menyuarakan keprihatinan atas apa yang disebutnya ketakpastian seputar masa depan negara itu setelah presiden memperpanjang tindakan darurat tanpa batas yang diumumkan sebulan lalu.

Partai Islamis moderat Ennahda awalnya menyebut perebutan kekuasaan pemerintahan dan pembekuan parlemen oleh Presiden Kais Saied sebagai kudeta, meskipun pernyataannya baru-baru ini hanya menggambarkan tindakan Saied sebagai pelanggaran konstitusional.

Sebulan setelah intervensi itu, Saied belum menunjuk perdana menteri atau pemerintah baru atau mengumumkan apa yang dia rencanakan selanjutnya, di tengah spekulasi bahwa dia berencana menulis ulang konstitusi demokratis 2014.

Senin malam, kepresidenan mengatakan Saied memperpanjang kekuasaan darurat itu tanpa memberikan rincian lebih lanjut, tetapi menambahkan bahwa dia akan memberikan pidato dalam beberapa hari mendatang.

Krisis konstitusional telah terjadi di Tunisia ketika negara Afrika Utara itu berjuang menghadapi ekonomi yang sangat buruk dan ancaman yang tinggi terhadap keuangan publik, satu dekade setelah revolusi 2011 yang memperkenalkan demokrasi.

Amerika Serikat dan Prancis, serta partai politik Tunisia dan serikat buruh yang kuat, telah mendesak Saied untuk segera menunjuk pemerintah dan membuat sketsa rencana untuk masa depan.

Namun intervensi Saied tampaknya mendapat dukungan luas dari rakyat.

Baca juga: Presiden Tunisia Kais Saied perpanjang penangguhan parlemen

Selama sebulan terakhir, Saied telah mengganti pejabat senior di pemerintah pusat dan daerah, badan keamanan dan badan lainnya.

Pada Selasa, selama pertemuan dengan menteri perdagangan yang diunggah dalam bentuk video oleh kepresidenan, dia membenarkan memperluas tindakannya dengan menyerang parlemen.

"Lembaga-lembaga politik yang ada dan cara mereka beroperasi adalah bahaya bagi negara... Parlemen sendiri adalah bahaya bagi negara," katanya.

Pemimpin Ennahda, Rached Ghannouchi, adalah ketua parlemen. Partainya telah memainkan peran dalam pemerintahan berturut-turut sejak revolusi.

Ketika mengumumkan intervensinya pada 25 Juli, Saied mencabut kekebalan anggota parlemen. Beberapa dari mereka, dari pihak yang mendukung dan menentangnya, telah ditahan atau menjadi tahanan rumah dengan berbagai tuduhan.

Ennahda menyerukan dalam pernyataannya untuk mengakhiri apa yang disebutnya "penyalahgunaan dan pelanggaran hak konstitusional" warga negara melalui penahanan dan pembatasan perjalanan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Presiden Tunisia: Tak ada jalan untuk kembali
Baca juga: Presiden Tunisia: Keputusan penting segera diumumkan

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021