Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan Kitab Suci Al Quran dan negara tidak boleh dipertentangkan karena di kalangan masyarakat masih ada perdebatan mana yang lebih penting di antara dua hal tersebut.

"Al Quran dan negara atau Al Quran dan Pancasila masih sering muncul di kalangan sekelompok masyarakat. Padahal, dua hal itu tidak boleh dipertentangkan," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan menjadi warga negara Indonesia sekaligus warga negara yang beragama. Hal itu termaktub dalam sila pertama Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Artinya, Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan. Sehingga tidak boleh ada orang yang tidak mengakui tuhan di Tanah Air. 

Sebab, para pendiri bangsa dan fakta sejarah menunjukkan bahwa Indonesia dilahirkan atas semangat Ketuhanan Yang Maha Esa, kata Gus Jazil sapaan akrabnya.

Atas semangat agama itulah Indonesia menjadi bangsa yang beragama, meskipun agama di Indonesia tidak hanya Islam, tapi mayoritas penduduknya adalah Islam dan terbanyak di dunia.

Baca juga: Anak Muda Lupa Pahlawan, Saatnya Pancasila Dibumikan
Baca juga: Megawati ingin populerkan "Salam Pancasila" untuk jaga persatuan
Baca juga: Budayawan: Jangan suruh masyarakat pilih Pancasila atau agama


"Makanya kalau sering dipertanyakan pilih Al Quran atau Pancasila, sesungguhnya itu pertanyaan yang menjebak dan tidak logis," kata dia.

Sebab, antara Al Quran dan Pancasila bukan masing-masing tapi menjadi satu kesatuan. Pemahaman tersebut menjadi penting karena satu kesatuan itu merupakan wujud penghargaan keberagaman yang ada di Indonesia.

Baik keberagaman suku bangsa, adat istiadat, agama dan budaya yang diikat dalam semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda, beragam tetapi tetap satu.

"Ini yang menjadi penguat. Tanpa persatuan, kita tidak akan mampu membangun, tidak mampu mencapai kemajuan," ujar dia.

Ia mengatakan melihat hari ini di berbagai belahan dunia Islam mengalami kontraksi atau konflik antara agama dengan negara. Libia, Yaman, Arab Saudi, termasuk Afghanistan terjadi konflik karena belum selesai menempatkan posisi agama, posisi Al Quran dan posisi negara.

Agama dan Al Quran bukan penghalang pembangunan negara tetapi Al Quran dan agama menjadi faktor penguat bagi pembangunan negara. Ini menjadi penting, ujarnya.

Menurut Gus Jazil, agama itu membuat aturan, menghilangkan kerancuan dan ketidakteraturan. Islam adalah aturan dan bernegara adalah bagian dari mengatur agar hidup manusia tertib di dalam satu kawasan.

"Ini yang disebut negara atau konstitusi. Kita sudah menyepakati bangsa ini adalah NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD sebagai landasan konstitusional," kata dia.

Jika Pancasila, UUD 1945, NKRI dipertentangkan dengan semangat agama maka pikiran itu yang akan membatalkan satu perjanjian kenegaraan. Hal tersebut akan merongrong semangat kebersamaan selaku warga negara.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021