Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, tetapi membutuhkan dukungan dari seluruh pihak yang dapat terlibat khususnya dari sektor swasta, praktisi, hingga masyarakat desa sendiri,...
Jakarta (ANTARA) - Proyek Inovasi dan Investasi untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan yang Inklusif/ISED meluncurkan panduan praktis 10 Langkah Mengembangkan Desa Wisata Hijau yang disusun berdasarkan pengalaman pengembangan Desa Wisata Hijau Bilebante, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Buku panduan jilid kedua ini merupakan salah satu sumbangan pemikiran ISED untuk keberlanjutan implementasi proyek yang diharapkan dapat menjadi acuan pelengkap guna membantu pemangku kepentingan, khususnya di tingkat desa, untuk mewujudkan kemandirian desa melalui aktivitas pariwisata secara berkelanjutan.

"Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, tetapi membutuhkan dukungan dari seluruh pihak yang dapat terlibat khususnya dari sektor swasta, praktisi, hingga masyarakat desa sendiri sehingga pengembangan desa wisata hijau dapat terlaksana secara holistik," kata Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Bisnis inklusif di pariwisata diharapkan direplikasi sektor lain

Panduan Praktis 10 Langkah Mengembangkan Desa Wisata Hijau disusun bersama dalam lingkup kerja sama bilateral pemerintah Indonesia dan Jerman sebagai kontribusi kedua belah pihak dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih baik di sektor pariwisata.

Dalam Panduan Praktis jilid kedua ini memberikan panduan praktis langkah demi langkah, yang mudah dipahami oleh para pemangku kepentingan dalam pengembangan desa wisata. Panduan ini juga dapat menjadi acuan pelengkap guna membantu pemangku kepentingan untuk membangun desa wisata hijau sejalan dengan kriteria penilaian Desa Wisata Berkelanjutan.

Panduan ini merupakan kelanjutan dari panduan Desa Wisata Hijau pertama yang disusun pada tahun 2016, yang menitikberatkan pada koordinasi dan kerja bersama antarkementerian dan antara pusat dengan daerah, serta penyamaan wawasan dan cara pandang pembangunan desa wisata hijau atas dasar peran masing-masing pemangku kepentingan.

Penyusunan panduan ini dilatarbelakangi oleh kisah sukses pengembangan Desa Bilebante di Lombok yang kini menjadi salah satu contoh pengembangan Desa Wisata Hijau yang inklusif. Pengembangan Bilebante sebagai Desa Wisata Hijau dimulai dari impian masyarakat desa di 2015 yang ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik.

Baca juga: Menparekraf: Kebangkitan pariwisata dimulai dari desa wisata

Aspirasi masyarakat tersebut gayung bersambut dengan proyek ISED pada 2019 yang mengarahkan diversifikasi dari produk dan layanan pariwisata di Desa Bilante melalui pengembangan bisnis inklusif yang berbasis pada Unique Selling Point (USP) dalam bentuk jasa kebugaran. Melalui rangkaian pengembangan sumber daya manusia, Desa Bilebante pada akhirnya dapat memperkuat positioning desa Bilebante dalam menciptakan keunikan produk berbasis pada potensi daerah dan permintaan pasar baru.

Di bawah implementasi proyek ISED inilah potensi alam dan budaya lokal dikembangkan menjadi peluang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mitra yang mendukung pun berkomitmen penuh baik dari sektor publik, swasta, dan akademisi, antara lain Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Juga Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Provinsi NTB, Martha Tilaar Group, PT. Panorama Sentrawisata Tbk, Hotel Santika Mataram, Yayasan Allianz Peduli, Sekolah Seniman Pangan/Javara, Generasi Dapur Baru Indonesia, dan Universitas Prasetiya Mulya.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021