Data kasus COVID-19 pada 7 Juni 2021, "positivity rate" sebesar 23,63 persen menunjukkan penularan sangat tinggi, karena baru dikatakan terkendali jika "positivity rate" sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) di bawah 5 persen
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Atik C Hidajah, M.Kes mengatakan penularan COVID-19 di tengah masyarakat masih tergolong tinggi sehingga harus tetap ada kewaspadaan dan kepatuhan protokol kesehatan (prokes).

"'Positivity rate' yang tinggi ini menunjukkan bahwa penularan yang ada di masyarakat ini sangat tinggi sekali ya... karena standarnya harusnya kurang dari lima persen," kata Atik dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertemakan "Alarm Bahaya Ledakan Gelombang Baru dan Antisipasinya", di Jakarta, Rabu.

"Positivity rate" adalah angka yang menunjukkan jumlah orang terinfeksi virus COVID-19 di dalam suatu populasi.

Ia menyatakan berdasarkan data kasus COVID-19 pada 7 Juni 2021, positivity rate sebesar 23,63 persen yang menunjukkan penularan sangat tinggi, karena kasus COVID-19 baru dikatakan terkendali jika positivity rate sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) di bawah 5 persen.

Atik juga menuturkan jumlah pengujian (testing) per hari juga masih belum mencapai target yakni lebih dari 38.571, karena realisasi saat ini sebesar 25.877 pengujian.

Dia mengatakan masih ada jurang (gap) antara jumlah kasus suspek dengan jumlah orang yang dites sehingga pengujian masih perlu ditingkatkan untuk menemukan lebih banyak kasus agar bisa segera dilakukan isolasi untuk memutus penularannya.

Di sisi lain, kata dia, pola kecenderungan kejadian kasus yang flat adalah alarm akan terjadi pelonjakan kasus.

Berdasarkan data kasus, kata dia, antara April dan Mei 2021 terjadi kejadian kasus "flat".

Menurut dia  data itu digunakan sebagai alarm sehingga harus diwaspadai karena di beberapa tempat pada beberapa negara, ketika kurva kasus COVID-19 naik kemudian turun, lalu cenderung "flat", maka itu nanti diikuti dengan peningkatan kasus signifikan, dan ternyata terjadi seperti itu.

Oleh karena itu, dia mengatakan harus ada aktivitas mencegah kasus tersebut tidak bertambah.

Dia juga mengatakan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), pemerintah menargetkan vaksinasi terhadap 70 persen dari jumlah penduduk atau 189 juta orang.

Sampai dengan 8 Juni 2021, masih 11.398.871 orang yang sudah divaksinasi lengkap dua dosis sehingga yang dianggap mempunyai antibodi protektif. Angka itu mewakili 6 persen dari target 70 persen.

Menurut dia efektivitas vaksin bukan mencegah infeksi tapi lebih pada untuk mencegah kematian karena dengan antibodi yang terbentuk dari vaksin itu, diharapkan untuk menurunkan tingkat keparahan dari penyakit yang dialami.

Dalam penanganan COVID-19 perlu penguatan 3T (tes, telusur, tindakan), vaksinasi, dan kepatuhan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan COVID-19, demikian Atik C Hidajah.

Baca juga: Ilmuwan Unair temukan mutasi virus corona baru di Surabaya

Baca juga: Epidemiolog Unair : Vaksin itu hanya diberikan kepada orang sehat

Baca juga: Unair: Varian baru COVID-19 ITD bukan lonjakan kasus Bangkalan

Baca juga: Epidemiolog: Patuhi prokes meski vaksin akan dijalankan


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021