Jakarta (ANTARA) - Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (PSGPA Uhamka) resmi meluncurkan Program Sekolah Perempuan Uhamka

“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada PSGPA Uhamka yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. Rangkaian kegiatan yang sangat penting dalam menjawab tantangan perempuan dan anak di masa kini. Semoga dapat memberikan hasil maksimal bagi upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Bintang Darmawati, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Kegiatan yang diikuti oleh lebih dari 500 partisipan ini diselenggarakan secara daring melalui telekonferensi disiarkan langsung melalui channel Youtube PSGPA Uhamka.

Baca juga: Menteri PPPA apresiasi perusahaan beri peluang perempuan jadi pemimpin

Ketua PSGPA Uhamka, Prof Yoce Aliah Darma, menyampaikan PSGPA Uhamka akan menjadi pusat studi yang unggul dalam melakukan terobosan pengarusutamaan gender dan perlindungan anak di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan Al Islam Kemuhammadiyahan.

“PSGPA akan mendirikan sekolah perempuan Uhamka yang bersifat nonformal dengan lima muatan kurikulum diantaranya bidang AIKA, bidang komunikasi, bidang pendidikan anak, bidang kesehatan, dan bidang ekonomi dengan narasumber dan fasilitator para dosen Uhamka serta praktisi di bidangnya dengan model pembelajaran andragogik dan project based learning (PBL),” ujar Yoce.

Sementara itu, Rektor Uhamka Gunawan Suryoputro mengatakan pihaknyamemiliki komitmen, yang ditunjukkan dengan berbagai kegiatan yang dipelopori oleh PSGPA. Di antaranya, PSGPA telah merumuskan regulasi dan kebijakan penanganan kampus kekerasan khususnya yang terjadi di civitas akademika di kampus.

“PSGPA juga telah bekerja sama dan menjadi pelopor untuk mengembangkan kurikulum bersama prodi-prodi yang terdapat di Uhamka," kata Gunawan.

Selain itu, menurut Gunawan, PSGPA terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi civitas akademika di bidang penanganan bantuan psikologi, konselor, teman sebaya, edukasi terkait masalah reproduksi dan kesehatan serta penanganan kekerasan berbasis gender melalui pelatihan serta webinar yang relevan.

“Semoga ikhtiar kita sebagai kampus responsif gender dan kampus anti kekerasan senantiasa menjadi bagian dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas," harap dia.***3***

Baca juga: Menteri Bintang harap Sekolah Perempuan NTT ada di seluruh Indonesia
Baca juga: Menteri PPPA: Anak-anak investasi penting negara
Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan dituntut terampil teknologi


Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021