Jakarta (ANTARA) - Penanganan kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri yang masih terus bergulir di pengadilan dinilai harus cepat diselesaikan dan ditangani dengan baik agar tidak mengganggu perekonomian nasional.

“Kasus Jiwasraya dan Asabri soal penyitaan aset para tersangka, kenyataannya telah berdampak pada sejumlah perusahaan terutama yang disebut-sebut terkait dengan tersangka,” kata Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Indonesia Piter Abdullah dalam pernyaannya di Jakarta, Kamis.

Menurut Piter, imbasnya saat ini kepercayaan lembaga keuangan dan pembiayaan, termasuk mitra pemasok terhadap beberapa perusahaan semakin menurun, salah satunya dialami perusahaan sektor pertambangan yang tercatat di pasar modal, PT SMR Utama Tbk.

Manajemen perusahaan itu menyatakan kesulitan mencari pinjaman untuk pembiayaan alat berat dan suku cadang, akibatnya sangat mempengaruhi operasional dan kelangsungan bisnis perusahaan.

“Apa yang dialami SMR Utama merupakan imbas penegakan hukum, khususnya penyitaan, oleh kejaksaan yang dinilai telah merugikan roda ekonomi dan keberlangsungan bisnis perusahaan. Siapapun akan khawatir, karena pasti akan dikaitkan (perkara Jiwasraya dan Asabri)," kata Piter.

Untuk itu ujarnya, manajemen SMR Utama harus segera melokalisir persoalan ini dan hanya bisa dilakukan dengan kerja sama yang baik dengan semua pihak, dengan penegak hukum, dengan pemerintah agar semuanya benar-benar terlokalisir penyelesaiannya.

"Jika dibiarkan, kecenderungannya bisa akan berdampak memburuk, kepercayaan masyarakat pada dunia usaha dan pasar modal akan pudar. Yang pasti, kondisi sebuah perusahaan besar sekapasitas SMRU saat ini terbukti belum membaik," ujarnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dan Bisnis Universitas Pelita Harapan (UPH), Tanggor Sihombing menilai kesulitan yang dialami oleh PT SMR Utama Tbk akibat penyelesaian Jiwasraya dan Asabri juga bisa mempengaruhi karyawan perusahaan dan masyarakat.

Ia mencontohkan, pada awal tahun 2020 sejumlah perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) perdagangan sahamnya sempat disuspen karena diduga terkait atau terafliasi dengan tersangka Jiwasraya dan Asabri.

“Ini harus menjadi perhatian semua pihak, agar penegakan hukum harus benar-benar diselesaikan dengan baik agar tidak mempengaruhi kinerja dan likuiditas perusahaan di pasar modal, terutama di saat ekonomi national sedang terimbas pandemi COVID-19,” katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan SMR Utama, Arief Novaldi dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, menyebutkan perusahaan sedang kesulitan mencari pinjaman untuk pembiayaan alat berat dan suku cadang. Pasalnya, kasus korupsi Jiwasraya yang menyeret Heru Hidayat, di mana yang bersangkutan diketahui memiliki 13 persen saham pada PT Trada Alam Minera Tbk.

“Mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran di muka. Sejumlah penyedia leasing alat berat juga menurunkan plafond pinjamannya. Ini membuat rencana peremajaan alat tidak berjalan sesuai rencana yang mengakibatkan pekerjaan tambang menurun,” ujar Arief Novaldi.

Kondisi demikian membuat perseroan mengalami tekanan keuangan sejak tahun 2020. Ditambah lagi, pandemi COVID-19 yang menyebabkan permintaan batu bara di pasar domestik maupun ekspor menurun, sehingga pemain tambang batu bara ikut mengurangi target produksi lebih dari 50 persen.

Untuk diketahui, Kejaksaan Agung telah menyeret sejumlah pihak dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Jiwasraya yang hingga kini proses persidangannya masih berjalan.

Dalam proses penyidikan kasus Asabri, Kejaksaan Agung gencar melakukan penyitaan aset yang diduga milik Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk sekaligus Direktur PT Maxima Integra, Heru Hidayat yang telah divonis dengan hukuman badan seumur hidup untuk kasus Jiwasraya.

Baca juga: Program restrukturisasi Jiwasraya dekati angka 100 persen
Baca juga: Pakar dorong eksaminasi nasional penegakan kasus Jiwasyara dan Asabri
Baca juga: Sebanyak 94,4 persen nasabah Jiwasraya ikut program restrukturisasi


Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021