Anak-anak jangan sampai menjadi korban kekerasan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik dari segi fisik, mental, maupun dalam kehidupan sosialnya
Kendari (ANTARA) - Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial.

Permasalahan anak tidak hanya dilihat dari aspek kekerasan terhadap anak, tetapi juga terkait dengan pemenuhan hak anak baik dari aspek pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan gizi, terutama terkait dengan tumbuh kembang dan pola pengasuhan anak.

Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi anak, yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, termasuk beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

Jaminan tersebut dikuatkan lagi melalui ratifikasi konvensi internasional tentang hak anak, yaitu pengesahan konvensi hak anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention of the Rights of the child (konvensi tentang hak-hak anak).

Dengan meratifikasi konvensi hak-hak anak, negara berkewajiban untuk melindungi (to protect) anak, menghormati (to respect) anak, dan memenuhi (to fulfill) hak anak akan memberikan ruang yang sangat besar keberpihakan pembangunan yang sangat responsif terhadap kebutuhan anak.

Pemerintah berkomitmen memenuhi hak anak sebagaimana amanat konstitusi yang diperkuat dengan melibatkan anak-anak Indonesia untuk tergabung dalam forum anak.

Upaya itu untuk melindungi dan mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.

Oleh karena itu, pemerintah sangat berharap forum anak daerah yang telah dibentuk di 17 kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara dapat membantu mencegah terjadinya kekerasan pada anak di daerah yang saat ini mengalami peningkatan.

Baca juga: Menteri PPPA dorong pembentukan Forum Anak hingga ke tingkat desa


Kekerasan Meningkat

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sulawesi Tenggara menyampaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah tersebut meningkat pada saat pandemi COVID-19.

Kepala Seksi Bidang Data Dinas P3APPKB Sultra Darwin di Kendari menyebutkan jumlah laporan kasus kekerasan tehadap perempuan maupun anak pada tahun 2020 tercatat 240, atau meningkat dari tahun 2019 sebanyak 140 laporan.

Kenaikan 100 itu banyak faktor penyebab, antara lain masalah COVID-19. Karena ekonomi saat ini tengah merosot, terjadi kesalahpahaman dalam sebuah rumah tangga.

Apalagi, saat ini banyak anak melakukan aktivitas pembelajaran di rumah secara daring sehingga membuat orang tua dipaksa menjadi guru untuk anak-anaknya.

Dengan kondisi tersebut, kadang-kadang seorang anak tidak sabar ataupun orang yang tengah di dalam tekanan. Maka, hal tersebut dinilai sebagai pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak.

Faktor lain tingginya catatan kasus kekerasan perempuan dan anak di Sultra adalah tingginya kesadaran untuk melaporkan setiap kekerasan yang dialami.

Mereka sudah tahu ketika mendapat kekerasan pihak lain, langsung melapor. Begitu melapor, akan terinput di aplikasi Simfoni (Sistem Informasi Online), yaitu merekam semua pengaduan yang masuk di polsek, polres, maupun polda.

Dari 240 laporan tersebut, paling banyak kekerasan fisik 99 laporan, kedua seksual 96 laporan, ketiga psikis 37, baru menyusul lainnya: penelantaran dan eskploitasi.

Dari tempat kejadian, terbanyak di rumah tangga mencapai 131; kedua, di tempat lainnya 67 kejadian, seperti di kebun, belakang rumah; ketiga, di fasilitas umum 27 kejadian, 11 di sekolah, tiga di tempat kerja, dan satu di lembaga pendidikan kilat.

Dari semua laporan yang diterima pihaknya, semua berhasil ditangani baik penyelesaian secara hukum ataupun berdamai secara kekeluargaan.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, membentak saja itu sudah merupakan bentuk kekerasan. Mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas atau kasar, misalnya, itu sudah merupakan kekerasan.

Namun, oleh masyarakat hal tersebut masih dianggap belum menjadi kekerasan, yang seharusnya hal itu telah masuk kategori kekerasan. Anggapan mereka dapat dikatakan kekerasan apabila mendapat pukulan yang kemudian benjol.

Seluruh aplikasi Simfoni telah terpasang di polsek, polres, dan Polda Sulawesi Tenggara guna merekam setiap laporan yang berimplikasi pada kekerasan perempuan ataupun anak.

Baca juga: Forum anak sebagai duta hak anak di pelosok daerah
 
Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae. ANTARA/Harianto



Peran Forum Anak

Dengan kondisi tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sultra mendorong keterlibatan forum anak untuk menekan angka kasus kekerasan anak.

Forum anak, kata Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae, merupakan wadah partisipasi anak untuk menampung aspirasi suara anak yang dikelola oleh anak-anak berusia di bawah 18 tahun.

Forum anak dapat membantu pemenuhan hak anak, seperti hak sipil dan kebebasan, hak atas pengasuhan keluarga, hak atas kesehatan dan kesejahteraan dasar, hak atas pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, serta perlindungan khusus.

Forum anak daerah telah terbentuk di 17 kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara, 54 anak tingkat kecamatan dari 5 kabupaten/kota, dan 86 forum anak tingkat kelurahan/desa dari 5 kabupaten/kota.

Forum tersebut dapat menjadi agen-agen pelopor dan pelapor (2P),  baik dalam hal pemenuhan anak maupun jika terjadi kekerasan pada anak.

Ketua Forum Anak Kota Kendari sekaligus Sulawesi Tenggara Berliana Shabita Mahzun mengatakan bahwa pihaknya sebagai agen 2P akan selalu mendukung pemenuhan hak anak di Kota Kendari.

Sejauh ini Forum Anak Kendari telah bermitra bersama Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Kendari guna memastikan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan masalah hukum masih bisa mendapatkan haknya, termasuk memberikan motivasi kepada mereka.

Namun, untuk anak yang menjadi korban kekerasan atau pelecahan seksual dan sejenisnya, pihaknya mengaku belum pernah mendampingi karena belum memiliki pengetahuan mumpuni terkait dengan hal itu.

Anak-anak di kota itu, termasuk orang tua, dapat mengenal lebih dalam bahwa forum anak adalah jembatan suara anak-anak kepada pemerintah juga wadah aspirasi bagi mereka sehingga ke depannya bisa bekerja sama dalam menampung suara dan melakukan aksi sehingga Kota Kendari menjadi kota layak anak.

Baca juga: Forum Anak dilibatkan dalam kampanye pencegahan stunting

Dalam mendukung pemenuhan hak anak di Muna, kata anggota Divisi Perlindungan Anak Forum Anak Kabupaten Muna Muhammad Vannes Al Qadri, forum anak sebagai agen 2P selalu diikutsertakan dalam rapat-rapat instansi-inatansi khusus terkait dengan pemenuhan hak anak.

Pihaknya bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai instansi yang menaungi mereka pernah mendampingi suatu kasus di Muna, yaitu seorang anak menjadi korban pelecehan seksual oleh orang dewasa.

Dalam mendukung pemenuhan hak anak, kata Ketua Forum Anak Kota Baubau Marissa Safira Dinanti, pihaknya melakukan sosialisasi dan kampanye terkait dengan hak-hak anak, peran forum anak sebagai 2P (pelopor dan pelapor), serta kesehatan mental yang terjadi pada anak.

Sosialisasi tersebut dilakukan di lingkup SMP dan SMA se-Kota Baubau. Bahkan, mereka menyusun Suara Anak Kota Baubau sebagai bentuk representasi aspirasi seluruh anak di kota itu terkait dengan haknya kepada pemerintah dan lembaga demi terwujudnya Kota Baubau sebagai kota layak anak.

Anak-anak di mana pun berada di Tanah Air, termasuk di Kota Baubau, harus terpenuhi akan haknya.

Mereka jangan sampai menjadi korban kekerasan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik dari segi fisik, mental, maupun dalam kehidupan sosialnya. Dengan demikian, kelak mereka dapat berkontribusi bagi nusa dan bangsa ke depannya.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021