Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi kecewa hasil Kongres Anak Indonesia tidak dibacakan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yhudoyono.

"Pembacaan Suara Anak Indonesia sudah tradisi tiap tahun diperdengarkan kepada Presiden," ujar Seto, dihari Anak Nasional, di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Jumat.

Seto mengemukakan, rencananya yang membacakan Suara Anak Indonesia itu, dari perwakilan Jawa Barat Maesya Rangga Wasti, dari Bangka Belitung, dan Arief Rohman Hakim.

Maesya dengan mata berkaca-kaca mengatakan kecewa tidak bisa menyampaikan aspirasi delapan butir Suara Anak Indonesia.

"Padahal ini hasil Kongres Anak Indonesia di Pangkal Pinang, pada 22 Juli lalu," terang Maesa.

Lebih lanjut, Mantan Ketua Komnas PA itu mengatakan, akan memberikan langsung Suara Anak Indonesia tersebut ke Menteri Pendidikan Nasional(Mendiknas) Muhammad Nuh.

"Semoga hasil Suara Anak Indonesia yang disepakati di Kongres Anak Indonesia ini dapat disampaikan Mendiknas kepada Presiden," terang Seto.

Delapan butir Suara Anak Indonesia itu, kata Maesya, mengajak anak Indonesia bersatu padu berpegangan tangan. Katanya, saling toleransi, menghargai perbedaan.

"Untuk berbuat yang baik bagi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia,"ujarnya.

Butir kedua, Maesya mengatakan, Anak Indonesia memerlukan dukungan pemerintah untuk memfasilitasi forum-forum anak di daerah.

"Kongres Anak Indonesia sebagai mekanisme nasional pemenuhan hak partisipasi anak,"lanjutnya.

Suara Anak Indonesia yang ketiga, ujar Maesya, agar Pemerintah untuk menyediakan rumah perlindungan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

"Seperti anak terlantar, anak korban kekerasan, anak korban perdagangan anak, korban bencana dan anak yang berhadapan dengan hukum disetiap kabupaten,kota dan provinsi,"komentarnya.

Maesya juga mengemukakan, agar pemerintah untuk mencanangkan gerakan nasional melawan kekerasan dan kekejaman terhadap anak.

Butir keempat Suara Anak Indonesia, terang Maesya, mengusulkan agar mendahulukan agar mendahulukan mediasi sebagai proses penyelesaian bagi kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

"Suara Anak Indonesia yang kelima, mendukung peningkatan APBN untuk alokasi pendidikan agar kualitas dan fasilitas pendidikan merata di seluruh Indoneisa,"ujar Maesya.

Kami anak Indonesia, kata Maesya, memerlukan jaminan kesehatan khusus anak dengan membebaskan biaya kesehatan bagi anak.

"Kami anak Indonesia bertekat mempersatukan teman-teman kami yang berada di daerah terpencil, daerah terisolir, daerah pembatasan dengan adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai,"katanya.

Suara Anak Indonesia yang kedelapan, Maesya mengatakan, memohon perlindungan dari bahaya rokok sebagai zat adiktif.

"Dengan melarang iklan rokok, menaikkan harga rokok, membuat peringatan bergambar pada bungkus rokok dan menjauhkan akses anak-anak dari rokok, " kata Maesya.
(T.ANT-223/S005/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010