mengatur setiap tahapan dan komponen pembangunan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kini secara internal tengah mengembangkan instrumen kelembagaan dalam bentuk peraturan menteri terkait infrastruktur tahan gempa untuk implementasi yang lebih teknis pada pemerintah pusat dan daerah.

"Kebijakan pembangunan infrastruktur tahan gempa menjadi isu penting yang harus diperhatikan terhadap infrastruktur yang sedang dibangun pada kawasan dengan potensi kegempaan," ujar Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan, Achmad Gani Ghazali dalam Rakornas BNPB di Jakarta, Kamis.

Achmad mengatakan total infrastruktur di wilayah rawan bencana yang dibangun oleh Kementerian PUPR cukup banyak yaitu berjumlah 3.406 unit sehingga memotivasi pihaknya untuk mengembangkan standar baru sesuai perkembangan dan inovasi di bidang perekayasaan teknologi.

Baca juga: BSN tetapkan SNI bangunan tahan gempa

Dia menjelaskan implementasi standar infrastruktur dan gempa sendiri sebenarnya telah dirintis, setidaknya dari tahun 1981, dan dimutakhirkan pada tahun-tahun berikutnya dalam bentuk standar nasional Indonesia (SNI). Pemutakhiran yang terjadi bahkan telah meratifikasi standar pembangunan infrastruktur yang dibangun secara internasional.

"Beberapa ketentuan terkait yang termaktub dalam instrumen kebijakan infrastruktur tahan gempa harus bersifat holistik, mengatur setiap tahapan dan komponen pembangunan infrastruktur seperti ketentuan terkait bahan dan struktur," kata dia.

Achmad mengatakan upaya tersebut ditempuh agar infrastruktur dapat berfungsi secara optimal, berkelanjutan, minim risiko pada saat terjadinya bencana dengan peta referensi yang akurat, terkini, yang arahnya pada bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi yang komprehensif.

Baca juga: Guru Besar ITB: Perlu peta kerentanan bangunan daerah rawan gempa

Kementerian PUPR pun mengimplementasikan disaster risk reduction, atau pengurangan risiko bencana, serta berperan aktif dalam siklus penanggulangan bencana.

Ia menjelaskan, kesiapan yang dilakukan dimulai dari mitigasi, yaitu analisis resiko sampai dengan kebijakan, dan sumber daya tanggap darurat serta rehabilitasi dan rekonstruksi.

Dia mencontohkan penanganan bencana oleh Kementerian PUPR saat bencana likuifaksi di Sulawesi Tengah dimulai dari mendata dan mencari informasi infrastruktur, evaluasi dan melakukan analisis. Kemudian PUPR mengajukan audit dan kesepakatan build back better, atau pembangunan kembali pascabencana.

"Kita membangun hunian tetap untuk relokasi masyarakat yang terkendala atau terkena dampak bencana, kemudian kita juga melaksanakan perbaikan irigasi dan perbaikan jalan yang terkena dampak tsunami di kawasan pantai," katanya.

Baca juga: Membangun rumah sederhana tahan gempa
Baca juga: Peneliti: Penggunaan bahan bangunan ringan lebih tahan gempa



 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021