Jakarta (ANTARA) -
Pakar hukum sekaligus Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Indriyanto Seno Adji menilai stigma mafia tanah diciptakan pihak tertentu yang tengah bersengketa.
 
Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Kamis, menyebutkan sengketa pertanahan tidak selalu dapat dianggap sebagai bukti adanya permainan mafia tanah. Bagaimana pun juga mekanisme hukum tetap menjadi solusi utama penyelesaian sengketa pertanahan.
 
“Perlu dihindari bila terjadi kekalahan dalam sengketa tanah, baik dari pihak pembeli maupun penjual, tiba-tiba memunculkan stigma adanya mafia tanah,” kata dia.
 
Kendati demikian mantan Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2015 itu menjelaskan sebetulnya istilah “mafia tanah” bukan hal baru untuk merujuk pada suatu kejahatan klasik yang terorganisir dan dilakukan oleh pihak yang ahli atau profesional.

Baca juga: Polda Metro Jaya-Kemen ATR/BPN perkuat kerja sama berantas mafia tanah
 
Oleh karena itu, kadang kala tidak mudah untuk mengungkapnya, meskipun publik sudah terlanjur memberikan penilaian negatif.
 
“Ada pelaku intelektual yang terlibat. Hukum membenarkan untuk dilakukan penindakan terhadap siapa pun yang terlibat, termasuk penyandang dananya, yang dapat diduga sebagai pelaku intelektual. Itu sesuai Pasal 55 KUHP,” kata Indriyanto.
 
Indriyanto mengingatkan perlunya berhati-hati ketika memberikan stigma negatif dengan menuding adanya mafia tanah, seperti dalam hal pembebasan tanah oleh pemerintah maupun swasta, misalnya untuk kepentingan pembangunan jalan tol atau pengembangan sumber daya alam negara yang berpotensi terjadinya sengketa pertanahan.
 
Dia berpendapat sebenarnya Polri telah bekerja profesional untuk mengungkap berbagai kasus pertanahan. Tapi tindakan yudisial Polri sepertinya banyak dimanfaatkan pihak tertentu untuk menciptakan stigma mafia tanah, seolah-olah legalitas pembebasan tanah dipersepsikan sebagai mafia tanah.

Baca juga: Gandeng BPN, Kabareskrim Polri tegaskan komitmen berantas mafia tanah
 
“Itu menunjukkan adanya narasi subjektif tentang sengketa tanah yang sesat dan penuh kepentingan, bukan berdasarkan objektivitas hukum itu sendiri,” katanya.
 
Sejumlah sengketa pertanahan mencuat beberapa waktu belakangan ini. Salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Tangerang, Banten, berkaitan dengan kepemilikan 400 hektare lahan oleh PT Bangun Laksana Persada (BLP) yang bergerak di bidang properti di Kecamatan Pakuhaji.
 
Kemudian, 70 hektare lahan oleh PT Tanjung Unggul Mandiri (TUM) yang bergerak di bidang peternakan sapi.
 
Pada awal Maret 2021, DPRD Kabupaten Tangerang telah melakukan konfirmasi terhadap para pihak. Perwakilan perusahaan hadir dan memberikan penjelasan mengenai perizinan, perolehan tanah, dan rencana pengembangan lahan sesuai legalitas yang sah.

Baca juga: Pakar: Polri sudah bekerja profesional tangani kasus pertanahan

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021