Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil 10 saksi dalam penyidikan kasus suap perizinan di Kota Cimahi, Jawa Barat Tahun Anggaran 2018-2020 dengan tersangka Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna (AJM).

"Sepuluh saksi dijadwalkan diperiksa untuk tersangka AJM," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Senin.

Mereka yang dipanggil, yakni Plt Kepala Bagian Umum dan Protokol Pemkot Cimahi Nining Ratnaningsih, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Paket Rehabilitasi Jalan Karya Bakti 2020 Wilman Sugiansyah, dua orang dari CV Indra Nugraha masing-masing Muhammad Ridwan dan Rudi Setiawan, dua orang dari CV Nerra Ningsih Leo dan Nina Ratnaningsih.

Selanjutnya, Sugito Rengga dari CV YDP Usaha Perdana, Zinohir Bagus dari CV Viora Bagus Persada, Asal dari PT Kolosal Pratama, dan Itoh Suharto dari unsur swasta.

Baca juga: Tersangka penyuap Wali Kota Cimahi nonaktif segera disidang
Baca juga: KPK telusuri aliran uang dari swasta untuk Wali Kota Cimahi nonaktif
Baca juga: KPK jadwal ulang panggil Dirut PT Hakaaston


Selain Ajay, KPK pada 28 November 2020 juga telah menetapkan Komisaris Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda, Kota Cimahi Hutama Yonathan (HY) sebagai tersangka.

Untuk Hutama, KPK telah merampungkan penyidikannya dan segera disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung atas perkara yang menjeratnya tersebut.

Ajay diduga telah menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar terkait perizinan RSU Kasih Bunda Tahun Anggaran 2018-2020.

Adapun pemberian kepada Ajay telah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,661 miliar. Pemberian telah dilakukan sejak 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir pada 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara sebagai pemberi, Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021