Sampit (ANTARA) - Kepolisian Resor Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menangkap pria berinisial YY yang diduga menjadi bos atau pemodal penambangan emas ilegal di Sei Bangkuang, Desa Pundu Kecamatan Cempaga Hulu.

"Pekerja penambangan itu ada sekitar 15 sampai 20 orang. Tersangka ini adalah pemodal utama atau pemilik peralatan dan dia yang menggaji masyarakat untuk menambang emas secara ilegal tersebut," kata Kapolres AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Jumat.

Jakin didampingi Wakapolres Kompol Abdul Aziz Septiadi dan Kepala Satuan Reserse Kriminal AKP Zaldy Kurniawan saat menunjukkan tersangka dan barang bukti penambangan ilegal tersebut yang ditangkap pada Selasa (26/1).

Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang resah dengan aktivitas penambangan liar di alur sungai. Masyarakat khawatir aktivitas penambang emas tersebut merusak lingkungan dan membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat, apalagi ada penggunaan merkuri atau air raksa dalam proses penambangan itu.

Baca juga: Polda Aceh menangkap pelaku tambang emas ilegal di Pidie

Menindaklanjuti laporan itu, Satreskrim dan Satsabhara Polres Kotawaringin Timur bersama Polsek Cempaga Hulu, langsung bergerak ke lokasi. Polisi menemukan barang bukti berupa dua unit mesin diesel, dua pompa air, pipa, karpet, piring dulang, air raksa dan lainnya.

Lokasi penambangan ilegal itu dapat dijangkau menggunakan sepeda motor dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari jalan besar. Di lokasi itu, para pekerja mendirikan beberapa gubuk untuk tempat tinggal keluarga mereka yang juga memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari.

Hasil keterangan dari pekerja, polisi akhirnya menangkap YY yang diduga merupakan bos penambangan ilegal itu. Dia dibawa ke Polres Kotawaringin Timur untuk diproses hukum.

Penambangan emas ilegal itu ternyata sudah berlangsung sekitar satu tahun. Penambang menyedot pasir di dasar sungai, kemudian dialirkan ke penyaring pasir untuk memilah pasir yang mengandung emas.

Setelah didapat, pekerja kemudian menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dari pasir. Emas yang didapat kemudian dijual kepada pengepul yang menjadi langganan mereka.

Baca juga: Polda Sulteng diminta tertibkan tambang emas ilegal di Parigi Moutong

Selain melanggar hukum, penambangan emas ilegal itu membahayakan masyarakat luas. Merkuri atau air raksa merupakan zat yang tidak terurai sehingga bisa termakan ikan. Jika ikan itu dimakan manusia maka dikhawatirkan berdampak buruk terhadap kesehatan. Dampaknya bisa menyebabkan anak lahir cacat bahkan bisa menyebabkan kematian.

Jakin menegaskan polisi tidak ingin menghalangi warga mencari rezeki asal tidak melanggar aturan. Penambangan ilegal itu harus ditertibkan karena merusak lingkungan, ekosistem, keseimbangan ekosistem dan kesehatan masyarakat.

Tersangka dijerat Pasal 158 Jo Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar.

"Para pekerjanya sudah sudah kami perintahkan meninggalkan lokasi. Lokasi tersebut akan terus kami awasi. Polsek akan memantau secara rutin. Mayoritas yang bekerja merupakan pendatang. Kebetulan pemodal adalah warga asli Kecamatan Cempaga Hulu," demikian Jakin.

Sementara itu tersangka YY mengatakan, sebagian besar pekerja merupakan warga yang berasal dari Kabupaten Kapuas. Mereka diberi imbalan yang tidak menentu karena tergantung dari hasil penambangan itu.

YY terlihat hanya diam mendengarkan ketika Kapolres menjelaskan bahwa penggunaan merkuri sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Kini dia hanya bisa pasrah menghadapi proses hukum yang akan dijalaninya.

Baca juga: Polres Bungo berantas tambang emas ilegal di Batu Kerbau

Pewarta: Kasriadi/Norjani
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021