Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan bahwa pihaknya menerima pengaduan adanya sejumlah awak kapal perikanan WNI yang ingin untuk segera dipulangkan karena terindikasi jadi korban kerja paksa di China.

Moh Abdi Suhufan dalam rilis di Jakarta, Rabu, menyatakan Fishers Center yang dikelola DFW menerima pengaduan sejumlah awak kapal perikanan yang saat ini terjebak di perairan China dan minta bantuan untuk segera di pulangkan ke Indonesia.

"Mereka adalah awak kapal perikanan yang telah menyelesaikan kontrak kerja tapi kapalnya tidak bisa merapat ke pelabuhan China karena pandemi COVID-19. Mereka juga melaporkan sejumlah tindakan tidak manusiawi yang diterima selama bekerja di kapal China dan tindakan sejumlah agen Indonesia yang tidak membayarkan gaji mereka," papar Abdi.

Baca juga: Kerja paksa ABK WNI fenomena puncak gunung es

Untuk itu, ujar dia, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri perlu menindaklanjuti resolusi PBB tentang perlindungan pelaut melalui koordinasi dengan pemerintah China untuk memulangkan awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut.

Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan, menurut laporan yang disampaikan, mereka seharusnya sudah selesai kontrak dan sudah kembali ke Indonesia tapi karena COVID-19 mereka masih tertahan di China.

Namun, masih menurut dia berdasarkan laporan tersebut, ternyata sejumlah hak-hak seperti gaji juga ternyata belum dibayarkan secara utuh oleh perusahaan dan agen penyalur.

"Korban atas nama FH telah bekerja selama 24 buan dengan gaji 300 dolar AS/bulan tapi baru menerima gaji sebesar Rp4,1 juta," kata Abdi.

Baca juga: Moratorium pengiriman ABK WNI tidak akan hentikan akar permasalahan

Ia memaparkan, selama bekerja di kapal, FH mengalami tiga kali pindah kapal yang berbeda-beda walaupun masih bendera yang sama yaitu kapal China. Kelima pelapor tersebut diberangkatkan oleh manning agent Indonesia yaitu PT MSI, PT JBP, PT NA dan PT GMA.

Selain itu ada juga pelapor yang selama bekerja, kerapkali mendapat intimidasi. Dalam laporannya, korban mengatakan sering mendapatkan intimidasi dan ancaman dari kapten dan sesama awak kapal asal China.

Sementara itu, menurut staf pengelola Fishers Center Bitung, Laode Hardiani mengatakan bahwa salah satu korban berinisial MD melaporkan kondisi selama bekerja kapal, beberapa dokumen pribadi yang sangat penting ditahan oleh perusahaan.

"Ijazah, BST, KTP, Kartu Keluarga, akte kelahiran saat ini ditahan dan dalam pengusaan manning agent Indonesia," kata Laode.

Selain itu, ujar Laode, Pelapor MD juga mengalami pemotongan gaji selama 9 bulan. "Dari 24 bulan kontrak kerja, MD baru dibayarkan gajinya 15 bulan. Gaji 9 bulan dan uang jaminan USD 1000 masih ditahan oleh manning agent," kata Laode.

Fishers Center akan menyampaikan data dan laporan resmi pengaduan tersebut kepada Kementerian Luar Negeri untuk dapat ditindaklanjuti.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021