Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan anggaran tertinggi untuk merehabilitasi hutan dan lahan serta upaya konservasi pada 2021.

"Kenapa dana PDASHL dan KSDAE terbesar? Karena 'jantungnya' sumber daya alam kita ya di situ," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar saat menjelaskan alasan Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mendapat anggaran terbesar di 2021 kepada Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menteri LHK jelaskan pembaruan tata kelola lingkungan-kehutanan di G20

Komisi IV DPR RI dalam Rapat Kerja bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui permohonan persetujuan pagu anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2021 sebesar Rp7,9 triliun dengan alokasi tertinggi dialokasikan untuk dua Direktorat Jenderal dimaksud, jika digabungkan mencapai lebih dari Rp4,1 triliun.

Siti mengatakan luas kawasan konservasi yang dimiliki Indonesia mencapai sekitar 27 juta hektare (ha), sedangkan kawasan hutan lindung sekitar 29 juta ha. Kawasan konservasi atau lindung tersebut memiliki fungsi utama sebagai life support system.

"Secara teori berarti dia menjaga sistem genetik sampai jadi. Artinya, dia menjaga rantai pangan, dia menjaga rantai energi, dia menjaga rantai karbon. Jadi, memang di sini sebetulnya jantungnya sumber daya alam kita sebagai modal dasar bangsa," ujar Siti.

Ia mengatakan selain pekerjaan konservasinya banyak, ada sekitar 6.000 desa di dalam kawasan yang harus diberdayakan, ada pula masyarakat adat yang musti dijaga, serta memperbaiki kondisi yang rusak di kawasan konservasi.

Perhatian dunia internasional juga sedang menyoroti upaya konservasi. "Jadi kita bisa lihat bersama-sama, oh ini persoalan yang utama," ujar Siti.

Untuk Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Siti mengatakan Presiden Joko Widodo meminta kerusakan lingkungan harus dipulihkan secepatnya. Dari 14,3 juta ha lahan kritis di Indonesia, jika dilihat indeksnya dibutuhkan kira-kira dana Rp14 juta sampai dengan Rp17 juta per ha untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut.

Baca juga: Menteri LHK minta dukungan Komisi IV DPR untuk DAK Lingkungan Hidup

Baca juga: Menteri LHK sebut 14,3 juta hektare lahan DAS dalam kondisi kritis


Sedangkan untuk merehabilitasi mangrove membutuhkan dana yang lebih besar, bisa mencapai Rp27 juta per ha.

Secara ideal, menurut dia, standar rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang dibutuhkan Indonesia mencapai 800.000 ha per tahun untuk dapat mengatasi perubahan iklim. "Tapi kapasitas kita sekarang paling 200.000 ha per tahun".

Oleh karena itu, katanya, mengintensifkan ajakan ke pemegang izin tambang untuk ikut melakukan RHL dengan cara menanam pohon. Jika setahun mereka dapat menanam 60.000 pohon tentu sudah lumayan jika itu dilaksanakan seluruh pemegang izin tambang.

Dalam Rapat Kerja, Komisi IV DPR RI menyetujui pagu anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp7.96 triliun, dengan komposisi untuk Sekretariat Jenderal sebesar Rp546,51 miliar, Inspektorat Jenderal sebesar Rp80,61 miliar, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari sebesar Rp342,27 miliar.

Sedangkan untuk Ditjen PDASHL sebesar Rp2,18 triliun, Ditjen KSDAE Rp1,92 triliun, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Rp410,3 miliar, Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Rp363,46 miliar, Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rp344,66 miliar, dan Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim Rp301,88 miliar.

Baca juga: Realisasi anggaran KLHK capai 47,49 persen di pertengahan September

Selanjutnya, untuk Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya sebesar Rp271,97 miliar, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Rp249,46 miliar. Selain itu untuk Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi sebesar Rp317,02 miliar, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Rp313,24 miliar, dan Badan Restorasi Gambut (BRG) Rp312,99 miliar.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020